Nama Anggota Kelompok :
Muhammad Haikal Shadiqa (202146500790)
Atmaka Ivan (202146500748)
Jurnal 1
l
Judul:
PENERAPAN ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE DALAM PERTUNJUKAN
KETHOPRAK
RINGKES
l
Object:
KETHOPRAK RINGKES
l
Pendekatan/Metode: Metode
Penelitian Kualitatif
l
Analisis: Analisis
Penanda dan Petanda:Menurut Ferdinand de Saussure (Fanani,2013), tanda hanya
akan dapat merepresentasikan sesuatu jika si pembaca tanda memiliki kesamaan
pengalaman atas tanda tersebut. Sebuah kata dapat memiliki makna yang beragam
ketika berada di dalam lingkungan yang berbeda. Dibenarkan oleh Asriningsari
(2010), bahwa proses signifikasi menghasilkan makna bagi penafsir yang berbeda
tergantung pada konsep secara mental yang dimiliki penafsir mengenai tanda yang
dihadapinya. Dalam kethoprak ini sudah dapat dipastikan bahwa lingkungan
pendukungnya berlatar Jawa. Ditunjukkan dengan dialog yang memakai bahasa Jawa,
juga interaksi pada penonton yang memakai bahasa Jawa.Signifikasi juga
dilakukan pada salah satu lirik lagu pementasan ini. Cerita yang dibawakan
sebenarnya mengisahkan tentang kisah cinta yang terpisahkan oleh restu orang
tua. Pada awal pertemuan, Eng Tay menyamar menjadi laki-laki agar dapat
bersekoah di Hang Cui. Sampek yang telah menolong Eng Tay agar terlepas dari
perampok, diberi hadiah untuk bersekolah oleh Eng Tay. Keduanya bersama dalam
satu kamar di asrama. Awalnya Sampek tidak tahu bahwa Eng Tay wanita, hingga
pada suatu saat Sampek mengetahui Eng Tay adalah perempuan. Namun sayang, ayah
Eng Tay tidak setuju karena strata sosial Sampek yang jauh di bawah Eng Tay.
Lirik lagu dalam pementasan ini juga merepresentasikan cinta yang tidak dapat
bersatu itu. “Tapi mengapa cinta itu terpisah oleh dinding yang membelah”,
begitulah lirik lagunya. Dinding yang membelah dimaknai sebagai adanya
keberjarakan antara keduanya, yakni strata sosial. Menyebabkan cinta keduanya
harus berpisah. Beberapa kata di atas jika dimaknai secara gamblang tidak akan
mencapai pada esensi yang ada dalam dialog. Pemaknaan kata-kata ini bersifat
konvensional. Adanya makna muncul berdasarkan kesepakatan masyarakat yang
menyepakati kata-kata di atas untuk makna tertentu. Bukan tidak mungkin bahwa
kalimat kalimat tersebut bermakna lain jika berada di lingkungan yang berbeda.
l Analisis
Sintagmatis-Paradigmatik:Sekedar kembali mengingat, bahwa hubungan sintagmatik
adalah hubungan antara elemen yang hadir, sedangkan paradigmatik adalah
hubungan antara elemen yang hadir dan tidak hadir. Seperti contoh pada dialog
Suhu Cu yang sedang membicarakan mengenai siswanya yang selalu mendapat nilai
99. Kemudian dia mengkomparasikan dengan nilai siswa Demakijo yakni 403 dan
siswa Pathuk yang mendapatkan nilai 25, 55, 75. Dalam dialog ini, ada relasi
antara yang hadir (in present) ataupun yang tidak hadir (in absentia). Demakijo
merupakan Markas Batalyon Infantri yang ada di Godean,Yogyakarta. Dalam dialog
tersebut, hanya kata Demakijo 403 saja yang hadir, karena sedang
disangkutpautkan dengan nilai. Sementara yang tidak hadir adalah Markas
Batalyon Infantri. Jikalau penonton merupakan warga Yogyakarta atau yang sudah
tahu, pasti akan ikut tertawa. Namun jika tidak tahu, pasti akan
kebingungan.Tidak sampai di situ saja dalam memaknai suatu tanda, tetapi
memerlukan proses seleksi dan kombinasi. Poros
seleksi sama dengan poros paradigmatik, mengacu pada sinonim yang nantinya akan
diseleksi. Poros kombinasi sama dengan poros sintagmatik yang mungkin saja
mengubah makna tertentu pada kalimat.
Dalam pertunjukan ini terdapat beberapa dialog yang dapat dimaknai dengan
analisis sintagmatis paradigmatis. Analisis pada poros kombinasi dan poros seleksi
memungkinkan lebih banyak pemaknaan. Dibantu dengan relasi antar tanda yang
membutuhkan pemaknaan tersendiri melalui sebuah majas. Upaya pemaknaan ini bisa
dilakukan dalam rangka mengedukasi khalayak umum tentang peran seni pertunjukan
bagi masyarakat. Seni tradisi merupakan representasi dari kehadiran masyarakat,
baik kehendak atau persoalan keseharian. Selain itu, seni tradisi menjadi
pembimbing pergaulan bersama dalam masyarakat (Yudiaryani et al., 2018). Sama
halnya dengan pertunjukan kethoprak ini yang menyampaikan persoalan keseharian
dengan gaya banyolannya. Meski menggunakan bahasa primordial, nyatanya seni ini
memang seni tradisi yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar.
l
Kesimpulan:Pementasan
Kethoprak Ringkes dengan judul “Sampek Eng Tay (Korban Multikrisis)”sarat
dengan pemaknaan yang tidak bisa dimaknai begitu saja hanya dengan mendengar
bunyinya. Penggunaan berbagai kosakata melibatkan sistem tanda dengan semiotika
Saussure. Dalam memahami konteks pertunjukan memang tidak hanya sebatas
linguistiknya saja,harus seperti teori Barthes yang memungkinkan hingga pada
signifikasi tataran kedua. Tetapi pada artikel ini pemaknaan yang diinginkan
memang sebatas dialog saja. Adanya teori Saussure ini membantu pengkajian
terhadap dialog pementasan teater. Tidak terbatas pada analisis signifikasi
saja, melainkan juga sintagmatis dan paradigmatik.Gaya banyolan Kethoprak
Ringkes nyatanya banyak menggunakan relasi antara yang hadir dalam pertunjukan
dengan relasi yang tidak hadir. Berkenaan dengan relasi yang tidak hadir,akan
memunculkan makna tersendiri karena adanya konsep tertentu dalam suatu paradigma.yang sudah terbentuk. Pemilihan
dialog-dialog yang ada pada pementasan ini ternyata juga dapat ditelaah melalui
poros seleksi dan kombinasi yang memungkinkan adanya makna lain. Seperti pada
penggunaan kalimat yang sebenarnya mengkomparasikan dua hal sekaligus. Gaya
banyolan yang khas ini nyatanya dapat menunjukkan kegelisahan dan persoalan
yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat. Adanya seni tradisi ini hendaknya
terus dilestarikan.Selain sebagai sarana hiburan masyarakat, juga edukasi
perihal keseharian masyarakat. Bahkan pada beberapa pemaknaan, ternyata kata
atau kalimat yang diucapkan merupakan kebiasaan atau aktivitas masyarakat. Ini
menunjukkan bahwa edukasi tidak sebatas pada fungsi seni tradisi, tapi juga
mengenai kebiasaan-kebiasaan yang ada.
Jurnal 2
l
Judul: ANALISIS
SEMIOTIKA STRUKTURALISME FERDINAND DE SAUSSURE PADA FILM
"BERPAYUNG RINDU"
l
Object: Film
Berpayung Rindu
l
Pendekatan/Metode:
Metode Penelitian Kualitatif
l Analisis:
Berdasarkan hasil analsisis semiotika Ferdinad de Saussure terdapat tanda-tanda
yang ditampilkan pada film web series “Berpayung Rindu”. Film ini tidak
terlepas dari kemampuan sutradara dalam membaca situasi dan menyesuaikan dengan
kondisi zaman. Film ini menampilkan beberapa adegan visual, dan teks yang
memeliki makna pembelajaran dan pembentukan karakter terhadap seseorang.
Berdasarkan uraian analisis yang telah disampaikan diatas mengenai film web
series Berpayung Rindu dengan analisis semiotika Ferdinand de Saussure dapat
ditarik sebuah kesimpulan mengenai penanda (Signifier) dan petanda (Signified)
serta makna dari iklan tersebut yaitu film ini lebih mengarahkan ke pesan moral
terlihat dari adegan per episodenya yang mana film ini mengisahkan sepasang
suami istri yang berpisah karena perselingkuhan dan yang menjdai korban adalah
sang anak yang akibatnya sang anak kehilangan kasih sayang salah satu dari
orang tuanya yaitu seorang ibu
l
Kesimpulan: Di
film ini banyak sekali pesan-pesan yang terkandung mulai dari kita harus bisa
menyayangi keluarga, menghindari sikap egois serta memanfaatkan waktu dengan
sebaik mungkin. Makna dan representasi yang terkandung dari film ini yang dapat
diambil sebagai pelajaran adalah keluarga adalah harta yang berharga. Film web
series ini disajikan sebagai pembelajaran bagi orang tua khususnya orang dewasa
yang menuju proses membina keluarga. supaya film yang bernilai edukasi bukan
lagi dianggap suatu hal yang tabu, sehingga banyak masyarakat dapat menjadi
lebih selektif untuk bahan tontonan dikalangan orang dewasa yang menuju proses
membina keluarga secara mandiri dan membuka pemahaman yang lebih positif yang
akan berdampak pada prilaku masyarakat tersebut.
Jurnal 3
l
Judul:
ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND
DE SAUSSURE SEBAGAI
REPRESENTASI
NILAI KEMANUSIAAN DALAM FILM THE CALL
l
Object:
FILM THE CALL
l
Pendekatan/Metode: Metode Penelitian Kualitatif dengan menggunakan
Analisis Semiotika
l
Analisis: Ferdinand de Saussure karena teori ini memiliki
penanda dalam pembedahan. Penerapan teori untuk analisis film “The Call” akan
dilihat dari adegan, dialog dan setting. Menurut Saussure, spek lain dari
penanda, yaitu niitos, yang artinya menandai suatu masyarakat dimana mitos
tersebut terletak pada tingkat kedua dari penandaan. Setelah terbentuk system
tanda (szgw) - penanda (signifier) - petanda (signified), tanda tersebut akan
meiijadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda
baru. (Sumawijaya, 2008).Sesuai dengan pandangan semiotika Ferdinand. maka pada
penanda dan petanda yang akan di bahas pada film Soegija adalah pada
potongan-potongan scene yang sudah di pilih oleh peneliti. Nilai kemanusiaan
direpresentasikan melalui adegan, dialog dan setting. Pertama nilai kemanusiaan
di representasikan melalui adegan, adegan yang menggambarkan nilai kemanusiaan
dalam scene yang telah dianalisis yaitu adanya rasa kepedulian terhadap sesama,
dimana sosok Jordan yang memperhatikan warga yang sedang dalam keadaan danirat
yang diculik menandakan bahwa Jordan memiliki rasa kepedulian pada sesama. Pada
adegan juga memperlihatkan rasa peduli. Rasa keperdulian adalah salah satu
cerminan rasa kemanusiaan. Pada adegan yang menandakan adanya rasa peduli
dilihat dari adegan Jordan dimana ia berusaha untuk mengeralikan semua
tenaganya untuk membantu Casey dari serangan penculiknya hal ini berarti
seorang petugas telfbn damrat memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan juga.
Dari kedua adegan tersebut merepresentasikan nilai kemanusiaan.Berikut kutipan
dialog :
Casey : Tolong aku
Casey : Kumohon, aku tak mau mati
Jordan : Aku akan menolongmu, oke?
Jordan : Tidak akan ada yang mati.
Casey : Kau jaiiji? Kau jaiiji akan menemukanku?
Jordan : Aku berjaiiji akan menemukamnu, sayang. Oke?
Dialog tersebut
memperlihatkan Jordan ikut memikirkan warga yang dalam keaadaan darurat, hal
ini mencerminkan dialog Jordan peduli atas keselamatan warganya. Dalam dialog
juga tercermin rasa keperdulian.
l
Kesimpulan:
A.Penanda
Penanda dalam
semiotika ini dikemukaan oleh Ferdinand De Saussure dilihat sebagai bentuk atau
wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur. Makna petanda yang
dapat diambil dari tujuh scene yang telah dianalisis melalui adegan, dialog,
dan latar adalah gambaran tentang seorang operator darurat yang dituntut untuk
bisa menyelamatkan masyarakatnya yang membutulikan pertolongan dengan segala
macam solusi..
B.Petanda
Petanda dalam
semiotika ini dikemukaan oleh Ferdinand De Saussure dilihat sebagai makna yang
terungkap melalui fimgsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya
arsitektur. Tokoh seorang pelayan operator darurat yang memperlihatkan
keperdulian, rasa cinta, tolong menolong kepada orang yang tidak ada hubungan
keluarga, bukan seorang teman akan tetapi bisa berjaiiji dan menepatinya untuk
menyelamatkan. Inilah yang termasuk nilai kemanusiaan yang terkandung dikaitkan
dengan dialog, adegan, dan latar dalam film ini.
C.Nilai
Kemanusiaan
Berdasarkan
analisis semiotika Saussure, terdapat representasi nilai kemanusiaan yang
diproyeksikan melalui adegan, dialog, dan latar. Adapun nilai kemanusiaan yang
tampak pada film The Call ini adalah :
l
Kepedulian
terhadap sesama manusia
l
Rela berkorban
demi keselamatan masyarakat
l
Tolong-menolong
bekerja sama di tengah kesulitan
l
Menempatkan
kepentingan masyarakyat di atas kepentingan pribadi.
Jurnal 4
l
Judul: ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE PADA
INSERT BUDAYA
“TANAMPO”
DI SRIWIJAYA RADIO
l
Object: BUDAYA
TANAMPO
l
Pendekatan/Metode: Metode
Penelitian Kualitatif
l Analisis:
Berdasarkan hasil penelitian analisis semiotika Ferdinand de Saussure terkait
pada insert
budaya
‘Tanampo’ di Sriwijaya Radio ada beberapa tanda-tanda yang disebutkan.
Kemampuan
para
kreatif insert budaya ‘Tanampo’ dalam menyampaikan pesan tersebut dapat membuat
para
pendengar
merealisasikan ke dalam pikiran mereka, sehingga menimbulkan theatre of mind
pendengar
itu sendiri. Oleh karena itu, pesan moral yang ada pada insert budaya ‘Tanampo’
tersebut
dapat tersampaikan dengan baik dan mudah dipahami.
Dari hasil analisis yang telah
disampaikan diatas mengenai insert budaya ‘Tanampo’ pada
Sriwijaya Radio dapat ditarik sebuah
kesimpulan mengenai penanda (Signifier) dan pertanda
(Signified) beserta pesan moral yang
terkandung dalam insert tersebut dimana mengisahkan
seorang pemuda pada zaman dahulu bernama
Dempo Awang yang durhaka terhadap orang
tuanya sehingga dia mengalami nasib buruk
ketika sedang berlayar yang membuat kapalnya
karam dan bekal sembako yang dibawanya
tenggelam dikarenakan sumpahan yang ia dapat
dari Ibunya.
l Kesimpulan:
Pada insert budaya ‘Tanampo’ yang ada di Sriwijaya Radio ini
memberikan banyak pesan pesan yang dapat kita ambil, seperti hormat dan patuh
kepada orang tua terutama Ibu dan tidak memiliki sikap egois serta selalu
menyayangi keluarga. Insert budaya yang disampaikan ini guna mengedukasi
pendengar untuk selalu menjaga sikap kepada siapapun itu terutama oramg tua
serta memberikan pemahaman yang lebih positif yang akan berdampak terhadap
perilaku pendengar.
Jurnal 5
l
Judul: ANALISIS
MAKNA PADA PUISI “KAMUS KECIL” KARYA JOKO PINORBO MENGGUNAKAN PENDEKATAN SEMIOTIKA
l
Object: PUISI “KAMUS KECIL” KARYA JOKO PINORBO
l
Pendekatan/Metode: Metode yang
digunakan dalam penelitian pada puisi Joko Pinurbo “Kamus Kecil” adalah dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif .
l
Analisis:
Berdasarkan hasil penelitian analisis pada puisi Kamus Kecil tersebut
mengandung makna yang sangat dalam. Oleh karena itu, peneliti melakukan
analisis makna menggunakan pendekatan semiotika untuk mengetahui makna puisi
yang sebenarnya, berikut ini hasil penelitiannya:
1. Simbol
Pada puisi Joko Pinurbo yang termasuk
simbol pada bait pertama: Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia
bait ketiga: dan membingungkan. Ia
mengajari saya
bait keenam belas: gembira, sedangkan
pemulung tidak pelnah merasa gembila;
bait kedelapan belas: bahwa cinta
membuat dera berangsur reda;
dan bait ke dua puluh: bahwa amin yang
terbuat dari iman
Alasan mengapa bait-bait tersebut
dikelompokan ada sistem simbol dalam semiotika adalah dengan adanya petanda
yang menggambarkan sesuatu yang unik bait puisi tersebut. Pada bait pertama
bahwa “Bahasa Indonesia” adalah simbol yang membesarkan kata “saya”. Yang
bermakna bahwa “saya” ini dilahirkan di dalam lingkungan yang berbahasa
“Indonesia“. Kemudian pada bait ketiga, kata”membingungkan” pada bait tersebut
bermakna bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang tidak mudah meskipun sering
kita pelajari.
2. Ikon
Dalam rangkaian larik-larik di atas,
masing-masing pada bait lima sampai delapan belas memperlihatkan ada beberapa
kata-kata yang mirip baik kata dan pemaknaannya ada juga yang tidak mirip baik
kata dan pemaknaannya (bertentangan). Misalnya pada kata yang pemaknaannya
saling mendukung pada bait puisi berikut:
bahwa sumber segala kisah adalah kasih
dan pada bait selanjutnya:
bahwa ingin berawal dari angan;
bahwa ibu tak pernah kehilangan iba;
bahwa segala yang baik akan berbiak
Begitupun kata yang mirip namun bermakna
berlawanan dengan kata sebelumnya pada bait puisi seperti:
bahwa orang ramah tidak mudah marah;
bahwa untuk menjadi gagah kau harus
menjadi gigih;
bahwa seorang bintang harus tahan
banting;
bahwa orang lebih takut kepada hantu
3. Indeks
Pada bait tiga belas sampai bait lima
belas ini, Joko Pinurbo mengajak pembaca bercanda.Yang dikatakan Joko Pinurbo
ada bait tiga belas dan empat belas
bahwa orang lebih takut kepada hantu
ketimbang kepada tuhan;
yang intinya sama bahwa pemurung tak pernah
gembira. Begitupun pada bait kesembilan belas:
bahwa orang putus asa suka memanggil asu;
intinya adalah bahwa orang yang tak
pernah optimis suka memanggil asu. Asu adalah ungkapan yang berasal dari jawa
yang berarti “anjing”. Kata asu ini sering diungkapkan untuk perasaan jengkel
atau kesal.
Pada bait enam belas sampai bait delapan
belas
gembira, sedangkan pemulung tidak pelnah
merasa gembila;
bahwa lidah memang pandai berdalih;
bahwa cinta membuat dera berangsur reda;
mempunyai makna bahwa lidah selalu pandai
mengemukakan alasan. Pada bait selanjutnya
bahwa kelewat paham akan terasa hampa,
disisi juga kita menemukan makna bahwa
kepahaman membuat hampa jika tidak bisa membuat batas untuk kehidupan kita.
Bait selanjutnya bermakna bahwa:
bahwa amin yang terbuat dari iman
Bait “iman akan selalu terasa aman” yang
diungkapkan dengan berdoa. Dengan berdoa kita
akan merasa aman karena efek spritual
yang sangat melekat dalam setiap aspek kehidupan.
l
Kesimpulan: Puisi
merupakan karya yang bersifat imajinatif yang isinya merupakan ungkapan
perasaan seorang penyair menggunakan bahasa yang mengandung makna dan
kesimpulan dari penelitian ini adalah puisi “kamus kecil” ini mengandung 3
aspek kandungan, diantaranya: simbol, ikon, indeks yang bersatu padu menjadi
sebuah makna yang sangat unik. Masing masing aspek kandungan itu memiliki
tumpuan utama dalam sebuah puisi tersebut. Petandapetanda yang ditimbulkan oleh
diksi yang sederhana membuat makna yang terkandung dalam puisi tersebut
memiliki daya pikat yang unik. Permainan kata yang sederhana dan menggelitik
yang diangkat dari aktivitas sehari-hari menjadi ciri khas puisi Jokpin.
Jurnal 6
l Judul:
ANALISIS SEMIOTIKA SAUSSURE PADA KARYA POSTER MAHARANI YANG
BERJUDUL “SAVE CHILDREN”
l Object:
POSTER MAHARANI YANG BERJUDUL “SAVE CHILDREN”
l
Pendekatan/Metode:
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interpretasi.
l
Analisis:Tanda
adalah segala sesuatu seperti warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika,
dan lain-lain yang mempresentasikan selain dirinya (Danesi, 2010, p. 6).
Pendapat ini dapat diartikan bahwa sistem tanda tidak dapat berkerja jika tanda
tersebut mewakili atau mempresentasikan dirinya sendiri. Pada umumnya
penelitian yang menggunakan pendekatan semiotika tidak bersifat matematis
(pasti), melainkan suatu kajian yang banyak menimbulkan ragam interpretasi. Hal
ini dikarenakan tanda yang dihadirkan memiliki kapasitas dan latar belakang
budaya yang beragam. Seperti yang di ungkapkan Yasraf Amir Piliang dalam Sumbo
Tinarbuko bahwa : “Pengertian ilmu dalam semiotika tidak dapat disejajarkan
dengan ilmu alam (natural Science), yang menuntut ukuranukuran matematis yang
„pasti‟ untuk menghasilkan sebuah pengetahuan objektif sebagai sebuah „kebenaran
tunggal‟. Semiotika bukanlah ilmu yang mempunyai sifat kepastian, ketunggalan,
dan objektivitas seperti itu, melainkan dibangun oleh „pengetahuan‟ yang lebih
terbuka bai aneka interpretasi (Tinarbuko, 2009, p. ix)”. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas tanda bagi Saussure terdiri dari dua komponen yakni penanda
dan petanda. Penanda merupakan struktur bentuk dari sebuah tanda, seperti citra
bunyi, tulisan ataupun gambar, sedangkan petanda merupakan suatu konsep makna
dari struktur penanda yang mempresentasikan sebuah realitas. Untuk melihat
bagaimana sistem tanda berkerja pada poster Maharani yang berjudul “Save
Children‟, maka dilakukan analisis tanda verbal dan nonverbal menggunakan teori
Saussure yakni penanda dan petanda.Pendekatan teori Saussure yang digunakan
sangat membantu penulis untuk mengetahui sistem tanda dan bagaimana tanda
tersebut berkerja di dalam poster ini. Tanda verbal dan nonverbal dalam poster
ini terdiri dari penanda dan petanda yang merepresentasikan suatu makna atau
referent (eksternal reality). Identifikasi dari karya Maharani dilihat dari
kata “Children” jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti anak, lalu kata
“Have the right to be” jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti memiliki
hak untuk, kata ini sendiri menunjukan bahwa anak memiliki hak, dan kata “Free”
jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti bebas, dibuat samar karena, hanya
sedikit orangtua yang membolehkan atau mengizinkan anaknya untuk melakukan
ataupun menjadi seperti apa yang mereka mau, bisa dipahami bahwa kebebasan
untuk anak itu “samar”. Menggunakan gambar atau foto anak yang merupakan bahan
dari dosen pembimbing mata kuliah Fotografi Periklanan yang diperintahkan untuk
mengelolanya untuk menjadi sebuah poster iklan layanan masyarakat, dengan berdasarkan
gambar tersebut maka penulis menggunkan foto ini sebagai penunjang dari ide
tentang kebebasan anak dalam berekspresi. Foto anak dengan ekspresi atau mimik
wajah cemberut ini, digunakan sebagai elemen visual yang melambangkan bahwa
dalam poster ini membahas bahwa anak ini merasa terpaksa dan tertekan, dimana
disini penggunaan ekspresi dari anak tersebut melambangkan ekspresi penolakan
yang serasi dengan tujuan dari dibuatnya karya poster ini, dan menggunakan
latar belakang atau background gradasi warna putih dan abu-abu yang menurut
psikologi berartikan samar atau ragu-ragu,disini warna melambangkan tanggapan
anak terhadap kebebasan mereka yang direnggut oleh orang tua yang kadang
menyakiti mereka sehingga dengan warna ini penulis bermaksud untuk memasukkan
makna keraguan atau kebimbangan anak dalam menerima bahwa kebebasannya
direnggut oleh orang tua nya. Dan menggunakan logo DKV UIGM disini digunakan
sebagai identitas dari poster tersebut.
l
Kesimpulan: Berdasarkan
analisis sistem penandaan yang terdapat pada poster “Save Children” ini dapat
disimpulkan bahwa tanda signifier dan tanda signified cukup jelas pemaknaannya
baik dari sisi pesan visual atau pesan verbal yang disampaikan. Secara
keseluruhan pemaknaan yang ditangkap dari poster ini berkaitan dengan kebebasan
anak-anak. Pada usia dini anak-anak memang harus lebih diperhatikan, terutama
yang berkaitan dengan kebebasan anak itu sendiri. Pada umumnya anak pada usia
dini masih berada pada tahap eksplorasi, oleh karena itu mereka selalu merasa penasaran
dengan apa yang belum mereka ketahui. Sebagian besar orang tua masih membatasi
kebebasan anak dalam bermain. Di samping itu, analisis system pendaan
berdasarkan teori Saussure pada poster yang berjudul “Save Children” adalah
melihat sejauh mana entitas-entitas sebuah tanda yang memiliki hubungan
pemaknaan antara signifier dan signified yang bermuara pada eksternal reality
atau pemaknaan yang sebenarnya yang berkaitan dengan kebebasan anak. Melalui
proses analisis tanda berdasarkan teori semiotika Saussure diharapkan mampu
menjadi pemicu bagi sebagian orang tua untuk memberikan kebebasan kepada anak
mereka sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Di samping itu, Penggalian
informasi yang dilakukan dalam analisis poster ini memberikan sebuah pemahaman
bagaimana seorang desainer harus jeli dan teliti dalam menggunakan dan
menempatkan tanda-tanda verbal dan nonverbal di dalam karya posternya. Tampilan
visual yang terdapat pada poster ini cukup menarik untuk dibedah dan dianalisis
dengan pendekatan teori semiotika yang dikemukakan oleh para ahli semiotika
lainnya seperti teori semiotika Pierce, Roland Barthes, Umberto Eco dan lain
sebagainya. Dengan bertujuan membuka wawasan para akademisi Desain Komunikasi
Visual untuk memahami tanda verbal dan nonverbal yang terdapat dibalik wujud
media komunikasi visual lainnya.
Jurnal 7
l Judul:
ANALISIS POSTER VIDEO KLIP LATHI : KAJIAN SEMIOTIKA FERDINAND
DE SAUSSURE
l Object:
POSTER VIDEO KLIP LATHI
l Pendekatan/Metode:
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini dengan menggunakan
pendekatan kualitatif.
l
Analisis: Seperti
yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, tanda merupakan kesatuan dari
suatu
bentuk penanda (signifier) dengan sebuah
ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah
bunyi yang bermakna atau coretan yang
bermakna. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa, apa yang
dikatakan atau didengar dan apa yang
ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran
atau konsep. Jadi petanda adalah aspek
mental dari bahasa. Petanda tidak mungkin disampaikan tanpa
penanda. Petanda atau yang ditandakan itu
termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu
faktor linguistik. Proses petanda atau
penanda akan menghasilkan realitas eksternal atau petanda.Berikut ini merupakan
analisa dari komponen dalam semiotika tanda dan penanda itu melalui karya
poster berjudul Lathi, sehingga dilakukan analisis tanda verbal dan nonverbal
menggunakan teori Saussure yakni penanda dan petanda.Pendekatan teori Saussure
yang digunakan ini sangat membantu penulis untuk mengetahui sistem tanda
dan bagaimana tanda tersebut berkerja di
dalam poster ini. Tanda verbal dan nonverbal dalam poster ini terdiri dari
penanda dan petanda yang merepresentasikan suatu makna atau referent (eksternal
reality). Membahas karya
lathi yang sebenarnya merupakan lagu yang
menceritakan mengenai toxic relationship. Karya ini menceritakan tentang inner
side atau sisi dalam seorang wanita disaat jatuh cinta, wanita yang dilahirkan
sebagai orang lugu yang merusak segala aturan karena semua yang dilihat seakan
hampa lalu menyangkal semua kebenaran, semuanya berubah dan perubahan tersebut
terjadi karena suatu alasan, cinta yang dijalani justru menggambarkan keadaan
wanita yang terbelenggu oleh rantai dengan tubuh yang berdarah-darah, padahal
tujuan menjalin kasih untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi justru cinta itulah
yang mengubah dirinya menjadi berhati dingin dan tidak berperasaan. Harga diri
seseorang ada pada lidahnya (perkataannya), kata Lathi disini melambangkan
mengenai hal tersebut. Namun,
karena Lathi tersebut justru akhirnya
membuat wanita lugu yang dibelenggu cinta merubahnya dari seorang wanita yang
lugu menjadi seperti iblis yang penuh dendam. Seorang wanita itu dapat
dibelenggu hatinya hanya dengan kata-kata, walaupun kata-kata yang disampaikan
tidak mencerminkan harapan dari hati wanita tersebut, sakit hati mampu merubah
karakter lugu yang terbelenggu menjadi seseorang yang kuat utuk membalas sakit
hati yang telah diterima.
Poster ini dibuat pada tahun 2020,
setelah mendapatkan perhatian dari seluruh dunia dan menjadi viral atas
lagunya. Konteks karya Lathi ini begitu tepat pada saat ini, dimana banyak kaum
muda terjerat dalam suatu toxic relationship atau yang dikenal dengan sebutan
yang trend pada saat ini yaitu “bucin”. Perlu suatu keberanian untuk bisa
terlepas dari toxic relationship, sehingga akhirnya karya ini sangat tepat
dihadirkan. Karya yang merepresentasikan bagaimana
toxic relationship itu menjadi hubungan
yang tidak sehat bahkan fatal bagi kehidupan seseorang ke depannya.
l
Kesimpulan:
Analisis dari karya poster Lathi ini menggunakan analisis teori Ferdinand de
Saussure, dan akhirnya dapat disimpulkan bahwa pesan atau makna yang akan
disampaikan dalam bentuk gagasan dalam poster ini mengenai toxic relationship
yang terjadi dalam hubungan cinta, dimana pihak tertentu merasa tersakiti.
Seharusnya perasaan cinta membawa suatu kebahagiaan, tetapi yang ada justru
rasa tersiksa. Yang akhirnya merubah
seseorang dari pribadi yang lugu menjadi pribadi yang tidak punya perasaan.
Kata cinta yang dibisikan sehingga merubah seorang wanita lugu menjadi seperti
iblis yang penuh dendam, di sini yang saya lihat pesan yang dalam itu tersirat,
bahwa seorang wanita itu dapat dibelenggu hatinya hanya dengan katakata,
walaupun kata-kata yang disampaikan tidak mencerminkan harapan dari hati wanita
tersebut, sakit hati mampu merubah karakter lugu yang terbelenggu menjadi
seseorang yang kuat utuk membalas sakit hati yang telah diterima. Satu hal yang
ditonjolkan melalui headline Lathi yang berarti lidah, mengambil dari pepatah
Jawa, tidak ada manusia yang bisa lari dari kesalahan, karena kesalahan itu
butuh pertanggungjawaban untuk di perbaiki, harga diri seseorang itu terletak
di lidahnya (perkataannya). Berangkat dari permasalahan inilah Weird Genius,
dengan besutan poster yang dibuat oleh Andy Adrians yang adalah Art Director
dari Lathi melahirkan karya poster ini dalam bentuk tampilan visual dalam
bentuk poster yang sangat menarik. Melalui karya ini, terselip pesan yang
ditangkap agar kita lebih berhati-hati dengan toxic relationship, apalagi dalam
perkataan kita kepada pasangan yang dapat menimbulkan hubungan yang kurang
sehat dalam berelasi.
Jurnal 8
l
Judul: Analisa
Semiotik Makna Motivasi Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut” Karya
Payung Teduh
l Object:
Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut” Karya Payung Teduh
l Pendekatan/Metode:
Kualitatif Interpretatif.
l
Analisis: Peneliti
akan menganalisis lirik lagu tersebut menggunakan teori semiotika dari
Saussure. Berikut analisa Semiotik Menurut Saussure, penulis akan member
analisa dalam tiap bait.
Dalam
pemaparaan Bait Pertama adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang
Gunung dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bukit karena bukit adalah
tempat di daratan yang sangat teduh dan dingin. Namun dalam lirik lagu
disebutkan bahwa ada sebuah bukit yang tidak ada rumput dan air. Hal ini
menunjukan bahwa
setenang apapun sebuah kehidupan pasti
akan ada masalah yang datang walau manusia lari ketempat
yang nyaman sekalipun, hal ini ditunjuka
dalam lirik di bait pertama.
Dalam
pemaparaan Bait Kedua adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang
Gunung dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bahwa setelah manusia yang
mencari air di laut namun agar hati-hati dengan air yang bisa membunuhnya. Air
bisa dikatakan adalah sebuah kesenangan dan kepuasan yang diinginkan manusia,
namun alam lagu ini memiliki makna agar manusia hati-hati jika sudah menemukan
yang dicari. Dikarenakan sesuatu yang berlebihan akan berakibat buruk, hal ini
di tandai dengan lirik yang mengatakan “Air selalu merayu Menggodaku masuk ke
dalam pelukannya.” Hal ini menunjukan bahwa air bisa memberi kehidupan namun
bisa juga medatangkan bencana dengan cara menenggelamkan.
Dalam
pemaparaan Bait ketiga adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang
Gunung
dan Laut” penciptanya ingin
menganalogikan bahwa melakukan yang percuma. Dalam lirik ini memberikan
petunjuk bahwa emosional manusia kadang tidak dapat dipikirkan oleh logika.
Senang dan sedih manusia kadang terlalu berlebihan mengungkapkannya. Namun hal
ini hanya sia-sia karena tidak bisa dirasakan oleh orang lain, hanya
dirasakan sendiri. Maka dari itu pada
akhir bait tersebut dijelaskan “Karena gunung dan laut Tak punya Rasa”. Hal ini
menjelaskan hal yang Percuma mengungkapkan emosional namun merugikan orang
lain.
Dalam
pemaparaan Bait Keempat adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang
Gunung dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bahwa pencipta lagu
menuliskan lirik yang sarat akan makna, yaitu tentang motivasi kehidupan yang
sangat baik untuk diikuti. Hal tersebut bisa di lihat dalam penggalan lirik
bait ke empat adalah motivasi kehidupan jika sedang diberi kesusahan jangan
terlalu bersedih dan juga bila diberi kesenangan jangan terlalu senang. Hal ini
bisa dilihat dari lirik “Aku tak pernah melihat gunung menangis Biarpun
matahari membakar tubuhnya”. Gunung tak akan berubah walaupun di beri panas
yang luar biasa. Dalam kalimat ini mempunyai makna jangan berkecil hati
walaupun sedang mengalami kesusahan. “Aku tak pernah melihat laut
tertawa Biarpun kesejukkan bersama
tariannya” adalah makna jika dalam situasi senang jangan terlalu senang karena
air yang berlimpah dilautan saja tidak berubah walapun banyak ombak.
l
Kesimpulan: Setelah
melakukan penelitian dengan pembahasan melalui studi pustaka dan interpretasi
mengenai “Analisis Semiotika Makan
Motivasi Pada Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung dan Laut” Karya Payung Teduh.
Penulis memberikan kesimpulan seperti dijelaskan di bawah ini. Dari hasil
penelitian, peneliti menemukan
makna dalam lirik lagu Payung Teduh,
yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Cerita
Tentang Gunung dan Laut”. Penulis menemukan ada makna dibalik lirik lagu
tersebut tentang motivasi kehidupan. Berikut kesimpulannya dalam tiap bait.
1. Dalam bait pertama makna yang
terkandung setelah melalui proses analisa semiotik De Saussure adalah manusia
pasti mencari kesenangan namun tidak selalu kesenangan itu datang sekalipun
manusia berada ditempat yang tepat.
2. Dalam bait kedua makna yang terkandung
setelah memlalui proses analisa semiotik De Saussure adalah manusia mencari
kesenangan di tempat yang tidak semestinya. Walaupun memberikan kesenangan
namun hal itu dapat menimbulkan masalah baru.
3. Dalam bait ketiga makna yang
terkandung setelah memlalui proses analisa semiotik De Saussure adalah
janganlah melakukan hal yang sia-sia. Hal ini ditunjukan dengan kalimat “Tak
perlu tertawa atau menangis Pada gunung dan laut Karena gunung dan laut Tak
punya rasa.” Dalam bait ketiga makna yang terkandung setelah memlalui proses
analisa semiotik De Saussure adalah jangan melakukan hal yang berlebihan dalam
semua situasi baik senang dan sedih. Hal ini ditunjukan pada lirik yang
menandakan hal yang tidak menunjukan hal yang berlebihan dalam kehidupan.
Jurnal 9
l
Judul: MAKNA
OPTIMISME DALAM IKLAN POLITIK “WUJUDKAN MIMPI BERSAMA JOKOWI-JK”
(Analisis
Semiotika Saussure Pada Scene Yang Menunjukkan Tagline JOKOWI-JK ADALAH KITA)
l
Object: IKLAN POLITIK
“WUJUDKAN MIMPI BERSAMA JOKOWI-JK”
l Pendekatan/Metode: Penelitian
ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif
l
Analisis: Berdasarkan
hasil analisis tanda dengan menggunakan teori tanda dari Ferdinand De Saussure,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana unsur-unsur semiotika De
Saussure mampu mengungkap makna optimisme yang terdapat di dalam iklan politik
“Wujudkan Mimpi Bersama Jokowi-JK”.Dengan demikian, masyarakat dapat melihat
sisi lain dari tayangan iklan politik, yakni adanya harapan dan keyakinan
tentang masa depan atau hasil yang sukses dari sesuatu serta kecenderungan
untuk mengambil pandangan positif. Berdasarkan uraian analisis di atas,
peneliti mampu menjawab tujuan dari penelitian ini, diantaranya;
1. Dapat diketahui bahwa dengan
menganalisis iklan “Wujudkan Mimpi Bersama Jokowi-JK” menggunakan semiotika
Ferdinand De Saussure, peneliti mampu mengungkapkan makna optimisme yang ada di
dalam iklan.
2. Melalui unsur-unsur kajian semiotika
Saussure, peneliti dapat mengidentifikasi tanda secara lebih mendalam. Hasil
penelitian juga menunjukkan keterkaitan antara tanda-tanda visual dan
audiovisual dalam merepresentasikan makna optimisme yang ada di dalam iklan.
l
Kesimpulan: Peneliti
menyimpulkan hasil analisis pada iklan “Wujudkan Mimpi Bersama Jokowi-JK”
dengan
menggunakan semiotika De Saussure dapat
merepresentasikan makna optimisme melalui seluruh kajian unsur dalam iklan.
Melalui tayangan iklan ini, masyarakat tidak hanya diajak untuk memilih pilihan
mereka, namun juga pesan kepada masyarakat bahwa terdapat sosok calon pemimpin
yang sederhana dengan menanamkan nilai seperti nasionalisme, pemimpin yang
bekerja dan pro rakyat. Iklan ini juga memberikan kesan semangat menyongsong
pemerintahan yang baru, bahwa masih ada harapan untuk bangsa ini menjadi lebih
baik bersama Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Jurnal 10
l
Judul: Nilai-Nilai
Budaya Dalam Lagu Ndas Gerih Karya Denny Caknan; Studi Semiotika Ferdinand De
Saussure
l Object:
Lagu Ndas Gerih Karya Denny Caknan
l Pendekatan/Metode:
Penelitian ini memakai pendekatan deskriptif kualitatif
l
Analisis: Berikut
hasil pengamatan mengenai lagu Ndas Gerih:
Gamelan:
Relasi penanda dan petanda ibarat dua
sisi selembar kertas yang tidak terpisahkan (Lukman, 2015: 216). Sama halnya
dengan gamelan yang melekat dengan siklus kehidupan etnis Jawa, khususnya dalam
setiap acara masyarakat Jawa (Hananto, 2020: 10). Sebagai warisan leluhur yang
telah diakui secara internasional, gamelan mewakili alat musik tradisional
Indonesia (Qibtiyah, 2012: 59). Adanya pengakuan dari berbagai penjuru dunia
membentuk konvensi di masyarakat dalam menyematkan gamelan sebagai bentuk
budaya Jawa, sesuai dengan ungkapan Saussure bahwa kebiasaan yang ada di
masyarakat merupakan kesepakatan (konvensi) dari perilaku kolektif (Fanani,
2013: 12). Gamelan sendiri merupakan instrumen yang terdiri atas sistem tangga
nada pentatonis, alat musik dengan laras pelog dan slendro, atau kesenian Jawa
yang dimainkan secara bersama-sama menyerupai sebuah orksestra (Prasetyo, 2012:
22). Instrumen gamelan pada lagu Ndas Gerih merupakan sebuah bentuk kemasan
budaya yang disematkan pada iringan musik. Penggunaan gamelan menunjukkan ciri
khas kesenian masyarakat Jawa. Hampir setiap pergelaran budaya menampilkan
gamelan sebagai instrumen musik. Meskipun setiap orang bisa mempersepsikan
secara berbeda namun
esensi gamelan dalam Lagu Ndas Gerih
sebagai instrumen musik jelas menandakan nilai tradisi masyarakat tertentu
yakni masyarakat Jawa.
Logat Jawa Mataraman:
Wilayah Arekan (Lamongan, Mojokerto,
Sidoarjo, Surabaya, Gresik, Malang, Pasuruan, dan Jombang) atau Pedalungan
Madura (Jember, Probolinggo, Banyuwangi, Situbondo, Lumajang, Besuki,
Bondowoso, dan Madura) memiliki dialek berbeda dengan wilayah Mataraman (Ngawi,
Magetan, Madiun, Nganjuk, Ponorogo, Pacitan,Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
dan Kediri) yang cenderung memiliki kesamaan dengan pusat kebudayaan Jawa yaitu
Solo dan Jogja
(Surokim dan Wahyudi, 2013: 41).
Perbedaan tersebut menjadi bentuk penanda sosial masyarakat pengguna bahasa.
Kata perasaanmu, atimu, tugasmu, dan uripmu pada lirik Ndas Gerih merupakan
wujud logat Jawa Mataraman, dimana pada akhir kata terdapat imbuhan ‘mu’ yang
berarti awakmu atau kamu. Berbeda halnya pada logat Arekan, ‘kamu’ adalah kon
dan di wilayah Pedalungan lazim diucapkan rika (Maryaeni, 2006: 62). Selain
itu, kata ngerti, tenanan, lawuhku,isuk, dan ngecong juga menandai logat Jawa
Mataraman. Keberadaan kata-kata khusus diatas menjadi sebuah identitas yang
mengarahkan interpretasi pembaca dalam menangkap makna tersirat, karena setiap
makna tidak selalu melekat pada kosakata tetapi mampu membangkitkan persepsi
dalam pikiran orang
(Djawad, 2016: 99). Bahasa merupakan identitas
budaya yang mencirikan suatu masyarakat tertentu.Penggunaan logat Jawa
Mataraman sebagai bahasa keseharian menandakan kelekatan masyarakat dengan
lokalitas kedaerahannya. Bahasa sebagai unsurbudaya di samping mengandung nilai
budaya juga mengandung nilai estetika. Keindahan bahasa terletak pada intonasi
dan kelas kata yang digunakan dalam lirik lagu.
Profesi Badut:
Badut didefinisikan sebagai pelawak pada
sebuah sirkus, pementasan, atau acara lainnya. Ciri khas badut terdapat
pada riasan yang berlebihan, baik berupa
kostum atau riasan wajah serta gayanya yang lucu dan menarik
(Nugroho et al, 2020: 42). Sitompol
(2017: 22) mengemukakan selain membuat tertawa semua orang melalui pertunjukkan
mereka, badut juga mengamen di jalanan.Maraknya aktivitas tersebut pada
akhirnya memberikan doktrin kepada masyarakat bahwa profesi badut merupakan
pekerjaan yang identik dengan pengamen atau penghibur
jalanan, sehingga badut dianggap rendah
dan murahan, seperti halnya visual pada lagu Ndas Gerih adalah jenis badut
karakter atau pengamen. Hal itu dikuatkan
dengan ilustrasi kedua badut menghibur setiap orang yang dijumpainya untuk
kemudian diberikan imbalan berupa uang. Penampilan badut dalam video klip
berkaitan erat dengan nilai ekonomi mengingat badut diposisikan sebagai profesi
untuk mendapatkan sejumlah uang terutama oleh kalangan ekonomi lemah.
Tradisi Kenduri:
Surjono (dalam Susanti, 2017: 490)
memberikan definisi kenduri atau bancakan adalah tradisi selamatan atau
do’abersama dengan dipimpin oleh tokoh
agama atau pemuka adat serta mengundang para kerabat dan tetangga.
Hidangan khas pada upacara kenduri adalah
sajian tumpeng beserta lauk pelengkap yang nantinya dibagikan
kepada para tamu undangan. Kenduri
dilakukan dalam rangka iringan hidup seseorang (kehamilan, kelahiran, khitan,
perkawinan, kematian), bersih desa, hari
besar Islam, dan disaat selo (S. W. Sari,2012: 4). Ilustrasi pada lagu Ndas
Gerih
yang memperlihatkan Denny Caknan berdoa
dengan beberapa orang di sekelilingnya dan sajian tumpeng di tengahnya. Hal itu
merupakan bentuk distribusi informasi budaya karena konsensus masyarakat
menyepakati bahwa tanda orang berdoa dan sajian tumpeng bermakna tradisi
kenduri. Tradisi kenduri yang dilestarikan masyarakat menunjukkan solidaritas
masyarakat yang kental. Kenduri mencerminkan situasi guyub masyarakat.Kerukunan
dan solidaritas masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai persaudaraan
diperkuat melalui kegiatan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat.
Islamisasi Lagu:
Sistem religi menjadi nilai budaya
tertinggi yang mencakup sistem keyakinan kepada kekuatan di luar manusia,
penganut agama, dan sistem upacara keagamaan (Fudiyartanto, 2012: 328).
Simbol-simbol tertentu dapat
merepresentasikan esensi sebuah agama,
seperti agama Islam yang identik dengan jilbab, pakaian gamis/koko, sarung, dan
peci/kopyah. Atribut keagamaan menjadi bentuk identitas sekaligus komunikasi
non verbal (Armiah, 2004: 282). Abdul Fattah (dalam Sanusi, 2018: 84)
berpendapat bahwasannya memakai kopyah mengandung makna simbolis dan
nilai sakral yang tinggi, bahkan pada
komunitas santri NU memakai kopyah seolah menjadi kewajiban. Visual pada
bait ketiga lagu Ndas Gerih mengandung
arti penganut agama Islam. Hal itu dicermati dari komunikasi non verbal
berupa orang-orang memakai sarung, peci,
dan baju koko sebagai simbol yang mencerminkan nilai-nilai agama Islam.
Penggunaan simbol-simbol keagamaan juga
mengisyaratkan suasana atau kondisi masyarakat yang religius dimana
atribut keagamaan digunakan dalam
rutinitas keseharian.
Tarian Rakyat Reog Ponorogo:
Koentjaraningrat (dalam Achmadi, 2014: 5)
mendefinisikan Kesenian reog Ponorogo sebagai kesenian berkelompok
meliputi: pemimpin rombongan
(warok),penari tokoh raksasa (barongan), penari topeng (tembem), penari kuda
(jathil),
penari klana, dan penabuh alat-alat
gamelan (gong, kethuk, trompet kayu,kendhang, dan kempul). Jenis tarian yang
dibawakan biasanya terbagi menjadi 3,
yaitu bujang ganong, jathilan, dan singo barong (Suryanti, 2017: 3). Semua
unsur diatas adalah citra akustik yang dapat ditangkap oleh panca indra
manusia. Selanjutnya citra akustik menjadi media pengantar pada proses
interpretasi (Saussure, 1988: 153). Temuan citra akustik pada Ndas Gerih
diantaranya;
Denny Caknan memakai pakaian warok dengan
penari latar yang menggunakan baju pembarong serta diiringi suara
Kendhang dan slompret.Hal itu merupakan
bentuk folklor bukan lisan yang menandai nilai budaya berupa tarian rakyat Reog
Ponorogo pada musik modern (Purnami, 2014: 10). Penampilan kesenian Reog
Ponorogo menegaskan
lokalitas tradisi beserta nilai-nilai
yang dipegang dan dihayati penuh oleh masyarakat. Nilai-nilai itu tidak hanya
berupa nilai keindahan melainkan juga nilai tradisi yang terwarisi dan
dipertahankan lintas generasi
l
Kesimpulan: Lagu
Ndas Gerih ciptaan Denny Caknan dan Lek Dahlan tidak hanya sekedar hiburan bagi
masyarakat Indonesia. Lagu tersebut sekaligus merupakan media mentransmisikan
nilai-nilai kebudayaan yang sedemikian kental kepada khalayak. Nilai-nilai
kebudayaan secara spesifik tersematkan atau tertuang dalam lirik lagu, musik
pengiring, atau visualisasi pada video klip. Beberapa bentuk atau unsur budaya
yang diangkat pada lagu Ndas Gerih antara lain; bahasa, alat musik gamelan,
logat Jawa Mataraman, profesi badut, tradisi kenduri/bancaan, agama Islam, dan
tarian rakyat Reog Ponorogo. Nilainilai yang dapat ditelusuri melalui tampilan
budaya dalam lagu tersebut terdiri atas nilai tradisi, nilai persaudaraan,
nilai religius dan nilai ekonomi.
Jurnal
11
Judul : KONSTRUKSI NILAI-NILAI
NASIONALISME DALAM LIRIK
LAGU (ANALISIS SEMIOTIKA
FERDINAND DE SAUSSURE PADA LIRIK LAGU “BENDERA”)
Objek :
Lirik pada lagu “Bendera”
Metode : Kualitatif
Analisis : Lagu yang diteliti
adalah lirik lagu
yang berjudul “Bendera”,
lagu ini terdapat dalam album
keempat Cokelat yang
berjudul “The Best
Of Cokelat”. Lagu-lagu dalam
album keempat mereka terdapat
makna nasionalisme. Peneliti
menganalisis lirik lagu tersebut dengan
menggunakan teori semiotika dari
ferdinand de saussure.
Kesimpulan
Bahwa lagu Bendera yang
dibawakan band Cokelat memiliki nilai-nilai nasonalisme yang tinggi dan
mengkonstruksi tentang cinta tanah air
serta bagaimana menjaganya.
Jurnal 12
Judul : REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM FILM
SURAU DAN SILEK (ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND DE SAUSSURE)
Objek : Film Surau dan Silek
Metode : Deskriptif kualitatif
Analisis : Pada scene/adegan
guru silat yang berbuat curang.
Penanda : “Kecurangan akan
tumbang”
Petanda : Lahir silat mencari
kawan, bathinnya silat mencari tuhan, seiring silat, sholat dan sholawat
Kesimpulan
Film surau dan silek
menampilkan beberapa adegan visual, dan teks yang memeliki makna pembelajaran
dan pembentukan karakter terhadap pemuda. pembelajaran ini haruslah dilakukan
secara terus menerus (kontinuitas) dan percontohan (uswah) yang baik, yaitu
silek mengajarkan kesimbangan antara emosional question (kecerdasan emosional),
spiritual question (kecerdasan spritual), intelegens question (kecerdasan
intelejen) dan heart question (kecerdasan hati).
Jurnal 13
Judul : GAMBARAN TENTANG ISLAM
PADA FILM PESANTREN IMPIAN (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)
Objek : Film
Pesantren Impian
Metode : Kualitatif
Analisis : Melalui gambar, dialog, penanda dan petanda
hingga akhirnya dapat membentuk suatu
pemaknaan analisis menurut ferdinand de saussure.
Kesimpulan
Film Pesantren Impian sebagai
tanda, adapun penanda dalam film ini adalah semua adegan yang diteliti yang
kaitannya dengan nilai - nilai keislaman dan pertandanya adalah Pesantren
Impian sebuah tempat yang memberikan kesempatan kedua bagi perempuan -
perempuan dengan masa lalu kelamnya, didalamnya terdapat banyak ma salah yang
harus dihadapi oleh santriwati, masalah terbesarnya adalah pembunuhan berantai
yang dilakukan Jenni, pacar dari Umar.
Jurnal 14
Judul : KONSTRUKSI NILAI ROMANTISME DALAM LIRIK
LAGU (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE PADA LIRIK LAGU "MELUKIS
SENJA")
Objek : Lirik pada lagu “Melukis Senja”
Metode : Kualitatif
Analisis : Dalam lirik
lagu ini ada beberapa kalimat yang Jadi penanda (signifier) dan petanda (signified).
Penelitian menggunakan pendekatan semiotika Ferdinan De Saussure, sebuah
kalimat bisa memiliki makna yang berbeda dari lirik sesungguhnya. Penulis
membagi beberapa kalimat dalam lirik melukis senja ciptaan Budi Doremi dan akan
ditelaah menggunakan Pendekatan Semiotika Ferdinand De Sausurre serta membagi
kalimat yang Jadi penanda (signifier)dan petanda (signified).
Kesimpulan
lirik lagu Melukis Senja erat
kaitannya dengan hubungan romatisme pasangan yang sedang jatuh cinta jika
dikaitkan dengan Triangles yang saling berhubungan satu sama lain: Gairah
(passion), Keintiman (intimacy) dan Komitmen.
Jurnal 15
Judul : GAMBARAN TENTANG ISLAM
PADA FILM PESANTREN IMPIAN (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)
Objek : Film
Joker
Metode : Kualitatif
Analisis : Signifier : Perilaku kekerasan
non-fisik (Adegan Pertama)
Pada shot pertama di adegan
ini bisa kita lihat penandanya dari perkataan Hoyt: “Demi sebuah papan?, omong
kosong tidak masuk akal”, disini Hoyt tidak percaya terhadap pembelaan
Arthur yang mengatakan
bahwa ia telah
di rundung oleh gerombolan anakyang mengakibatkan papan
yang ia bawa rusak dan tidak dapat dikembalikan
lagi. Shot kedua
terdapat penanda dari
dialog Hoyt: “Kembalikan papannya” lalu Arthur membalas “Untuk
apa kusimpan papannya?” Hoyt menjawab lagi ”Mana kutahu urusan orang, kalau kau
tak kembalikan, kupotong gajimu” Hoyt melanjutkan perkataannya “Aku berusaha
menolongmu, aku mau katakan hal lain, pegawai lain tak merasa nyaman di
sekitarmu, karena kau dianggap aneh Arthur, aku tak bisa
terima itu” Hoyt
memberitahu dengan terus
terang bahwa ia
tidak suka dengan Arthur yang
dirasa aneh oleh pegawai-pegawai lainnya sehingga membuat tidak nyaman.
Signified : Perilaku kekerasan non fisik (Adegan Pertama)
Pada Shot pertama dapat
dirasakan rasa ketidakpercayaan dari Hoyt terhadap Arthur yang telah berkata
jujur. Petandanya yaitu Hoyt yang terlihat marah kepada Arthur hingga Arthur
merasa tertekan oleh Hoyt, terlihat dari ekspresi wajah Arthur yang tersenyum
dengan terpaksa dan merasa sangat emosional dalam hati, tetapi ia masih berusaha
menahannya dengan senyuman
yang terpaksa tersebut.
Hoyt pun disini kelihatan sebagai
pemimpin yang tidak punya empati terhadap pegawainya dan hanya mementingkan
kepentingan diri sendiri, sehingga ia tidak sadar bahwa semua perkataan yang ia
keluarkan bisa jadi menyakiti perasaan orang lain.
Kesimpulan
Film ini mengkomunikasikan
representasi kekerasan non-fisik yang ditunjukkan melalui beberapa unsur
kekerasan non fisik yang ditujukan langsung kepada pemeran utama Joker, yaitu
denganmenampilkan penanda dan petanda yang berkaitan dengan kekerasan non fisik
di tengah masyarakat.
Jurnal 16
Judul : ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA
MOTIVASI PADA LIRIK LAGU “LASKAR PELANGI” KARYA NIDJI
Objek :
Lirik pada lagu “Laskar Pelangi”
Metode : Kualitatif interpretatif
Analisis : Penanda : Laskar
Pelangi takkan terikat waktu
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi.
Pertanda : Laskar, kelompok pejuang
pelangi yang
kuat tak kan pernah terikat,
terkalahkan
oleh waktu. Jangan pernah
berhenti
mewarnai dan menghiasi langit
– langit
dengan mimpi – mimpimu dan
membuat jutaan mimpi di bumi
Kesimpulan
Dalam lirik lagu “Laskar
Pelangi” mengandung makna pesan motivasi Pelangi”. Tentunya lagu ini bercerita
tentang motivasi dalam menggapai mimpi, motivasi yang tercermin dari bait
pertama yang menceritakan tentang bahwa mimpi, angan – angan yang dicita –
citakan adalah kunci atau alat yang digunakan untuk membuka harapan –harapan
menaklukkan dunia.
Jurnal 17
Judul : PESAN TOLERANSI DALAM
KARTUN ANIMASI DIVA THE SERIES (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)
Objek :
KARTUN ANIMASI DIVA THE SERIES
Metode : Kualitatif
Analisis : Jenis penelitian ini adalah literatul,
analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode semiotika Ferdinand De
Saussure yang terbagi menjadi 2 tahap yaitu penanda (signifier) dan petanda
(signified). Penanda dan petanda pesan toleransi yang terkandung dalam kartun
animasi Diva The Series, terdapat isi pesan toleransi yang disampaikan yaitu
saling tolong menolong. Maka Diva dan Febi tidak merasa keberatan untuk
membantu Mona sehingga langsung reflek, tak lama kemudia Putu dan Tomi ikut
membantunya. Dengan senang hati dan sahabatnya datang untuk menghargai dan
menghormati sebuah perbedaan tanpa maksud lain. Sehingga Diva dan sahabatnya
mempunyai inisiatif sendiri tanpa ada paksaan dan suruhan untuk menggunakan
baju berwarna merah untuk datang keacaranya, mereka dari sini sudah belajar
mengenai toleransi.
Kesimpulan
pesan toleransi dalam kartun
animasi Diva The Series menjelaskan bahwa kondisi masyarakat Indonesia memiliki
keberagaman macam budaya, suku, ras, etnis dan agama. Dalam kartun animasi ini
dapat dijadikan sebagai media penyampaian pesan bukan hanya sebagai hiburan
saja, namun juga mampu memberikan pelajaran karena di dalamnya ada beberapa
nilai-nilai dan pesan toleransi dalam setiap ceritanya.
Jurnal 18
Judul : ANALISIS SEMIOTIKA
POSTER “AYO, LINDUNGI DIRI DAN KELUARGA DARI COVID-19” (TEORI FERDINAND DE
SAUSSURE)
Objek :
POSTER “AYO, LINDUNGI DIRI DAN KELUARGA DARI COVID-19”
Metode : Kualitatif
Analisis :
Penelitian ini menggunakan teori Ferdinand De Saussure untuk menguraikan makna
dibalik tanda verbal maupun non verbal yaitu sebuah poster yang diterbitkan
oleh Kemenkes dan Germas. Agar pesan dan maksud dapat tersampaikan ke
mmasyarakat dengan tepat maka diperlukan metodologi untuk memaknai setiap tanda
baik itu tanda visual maupun tanda verbal pada poster tersebut .
Kesimpulan
Poster yang berjudul “Ayo, Lindungi Diri dan Keluarga dari
Covid-19” ada dua aspek yang dirumuskan pada poster ini yaitu aspek verbal dan
aspek visual. Aspek verbal merujuk pada tanda-tanda verbal seperti beberapa
kata yang terdapat pada poster tersebut diantaranya; memakai masker dengan
benar, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak minimal 1 meter, vaksinasi
covid-19, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas. Pada setiap aspek
verbal yang tercantum pada poster tersebut memiliki makna himbauan dan anjuran
kepada masyarakat tentang bagaimana melindungi diri dan keluarga dari ganasnya
penyebaran virus covid-19.
Sedangkan aspek visual merujuk pada aspek visual yang terdiri dari
aspek warna, gambar serta posisi dari gambar yang ada pada poster tersebut.
Makna visual pada poster yang menarik masyarakat untuk membaca dan menerapkan
setiap anjuran pada poster tersebut. Setiap visual yang ditampilkan pada poster
tersebut menunjukkan anjuran serta contoh yang tepat agar dapat dimengerti oleh
masyarakat.
Jurnal 19
Judul : ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND DE SAUSSURE
PADA IKLAN ROKOK CLASS MILD ( ACT NOW) TAHUN 2013 DI YOUTUBE
Objek : IKLAN ROKOK CLASS MILD ( ACT NOW)
TAHUN 2013
Metode : Kualitatif deskriptif
Analisis : Pada adegan atau
scene pertama
Signifier: banyak
gedung-gedung yang terlihat megah menjulang tinggi dan kertas-kertas yang
ditulis berbagai hal beterbangan dibawa angin ke berbagai arah dengan diiringi
musik instrumen.
Signified: gedung-gedung yang
tinggi menunjukkan peradaban yang modern maju. Kertas-kertas yang beterbangan
menunjukkan banyak permasalahan yang terjadi di era tersebut. Serta musik yang
mengiri digunakan untuk mensingkronisasikan dengan situasi.
Kesimpulan
Iklan rokok merupakan iklan
yang unik dan kreatif, Salah satu iklan rokok yang menarik untuk dikaji yaitu
iklan rokok class mild (act now) tahun 2013. Iklan tersebut menampilkan
peradaban masyarakat modern yang dirundung kompleksitas permasalahan hidup.
Jurnal 20
Judul : Analisis
Semiotika Ferdinand De Sausures Makna Pesan Iklan Rokok A Mild Versi Langkah
Objek : Iklan Rokok A
Mild Versi Langkah
Metode : Pendekatan
Deskriptif dengan Kualitatif
Analisis :
Penanda yang tedapat pada iklan
Rokok A Mild versi Langkah yaitu ada pada beberapa degan maupun scene dari
iklan tersebut.
Kesimpulan
Pada jurnal ini terdapat
penanda dan pertanda yang sudah terdapat pada adegan atau scene iklan tersebut,
serta ada beebrapa makna pesan yang terkandung didalamnya.