Rabu, 31 Mei 2023

Definisi Mitos, Metafora dan Metonimi Pada Objek "Celana"

 

Nama Anggota Kelompok:

Muhammad Haikal Shadiqa (202146500790)

Atmaka Ivan (202146500748)   

 



Definisi Mitos Pada Objek “Celana”

Mitos Tata Krama atau Kesopanan: Celana sering dihubungkan dengan mitos tata krama atau kesopanan dalam berpakaian. Mitos ini menjelaskan bahwa memakai celana yang layak dan sesuai dengan norma atau aturan sosial merupakan suatu hal yang mencerminkan ikon diri yang baik dan menghormati kebudayaan yang berlaku di lingkungan tersebut. Contoh pada kegiatan atau acara formal terdapat aturan berpakaian, biasanya pada acara formal diwajibkan memakai celana yang panjang, rapih dan layak pakai karena akan bertemu orang banyak dalam suatu kegiatan formal untuk memberikan kesan profesional.

Mitos Status Sosial: Di beberapa budaya, merek dan jenis celana tertentu seringkali dikaitkan dengan status sosial dan kekuasaan. Mitos ini menimbulkan persepsi bahwa memakai celana dari merek mewah akan memberikan kesan penampilan yang elegan atau glamor, dan status yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contohnya jika memakai celana merek Gucci, akan terlihat bahwa kondisi ekonominya terlihat kaya.

Mitos Kenyamanan dan Fungsionalitas: Celana sering dihubungkan dengan mitos kenyamanan dan fungsionalitas. Celana yang nyaman dipakai dan terjangkau dalam segi harga akan dipilih sebagai pakaian sehari-hari karena akan terasa comfort untuk segala aktivitas atau lebih fleksibel seperti olahraga, nongkrong, ataupun untuk tidur. Dari segi harga pun tidak terlalu mahal karena lebih mengutamakan fungsi atau kebutuhan.

Mitos Gaya Hidup: Perkembangan pada dunia fashion menciptakan mitos tentang penggunaan celana sebagai simbol suatu gaya trend yang kekinian. Celana dengan desain terbaru dan trend yang sedang hype dapat menciptakan persepsi jika memakainya akan memberikan tampilan yang modis, gaul, dan mengikuti perkembangan mode terbaru.

 

Definisi Metafora Pada Objek “Celana”

Metafora celana adalah sebuah ungkapan atau perumpamaan yang menggunakan konsep atau karakteristik celana untuk menggambarkan situasi atau kondisi yang lebih umum atau abstrak. Metafora ini digunakan untuk memvisualisasikan dan menggambarkan sesuatu dengan cara yang lebih jelas dan lebih mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.

Misalnya, metafora celana bisa digunakan untuk menggambarkan perubahan dalam hidup seseorang. Kita bisa mengatakan bahwa "hidup itu seperti mengganti celana; kadang-kadang kita harus melepaskan celana lama yang tidak cocok lagi agar bisa memakai celana baru yang lebih baik."

Dalam hal ini, mengganti celana mewakili perubahan yang perlu terjadi dalam hidup. Celana lama yang tidak cocok lagi adalah situasi atau pola pikir yang sudah usang atau tidak lagi relevan, sedangkan celana baru adalah kesempatan baru atau cara pandang yang lebih baik.

Metafora celana dapat digunakan dalam berbagai konteks dan situasi untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam atau perbandingan yang lebih jelas terhadap sesuatu yang lebih kompleks atau abstrak.

 

Definisi Metonimi Pada Objek “Celana”

Metonimi celana adalah penggunaan kata "celana" untuk menggantikan atau mewakili sesuatu yang terkait dengan celana atau yang terkait dengan penggunaan celana dalam konteks tertentu. Metonimi adalah suatu gaya bahasa yang menggunakan suatu kata untuk menggantikan konsep yang terkait dengan kata tersebut.

Contoh penggunaan metonimi celana adalah sebagai berikut:

1. "Dia menghasilkan banyak celana." Dalam konteks ini, "celana" digunakan untuk mewakili pakaian atau produksi pakaian secara keseluruhan. Jadi, kalimat tersebut berarti bahwa orang tersebut memproduksi banyak pakaian.

2. "Saya suka membeli celana desainer." Dalam kalimat ini, "celana desainer" digunakan untuk menggantikan pakaian desainer secara keseluruhan. Jadi, kalimat tersebut berarti bahwa orang tersebut suka membeli pakaian dari desainer terkenal.

3. "Dia bekerja di industri celana." Di sini, "industri celana" merujuk pada industri pakaian atau industri tekstil secara keseluruhan. Jadi, kalimat tersebut menyiratkan bahwa orang tersebut bekerja di industri yang terkait dengan produksi pakaian atau tekstil.

Penggunaan metonimi celana memanfaatkan konsep celana yang merupakan objek yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menggantikan atau mewakili hal-hal yang terkait dalam konteks yang spesifik.

 

Rabu, 24 Mei 2023

Mitos dan Pengalaman Estetis pada Video Clip Lagu Golden Hour - JVKE

 
Video Clip Lagu Golden Hour - JVKE

Pada tulisan kali ini saya memilih video clip dari lagu Golden Hour - JVKE. 

Mitos yang saya angkat dari lagu ini yaitu tentang kenangan atau momen indah di waktu senja. 

Lagu ini menceritakan tentang suatu momen atau perasaan yang indah bersama seseorang yang sangat spesial atau dicintai pada waktu senja. Pengalaman estetis saya terhadap lagu ini yaitu sama-sama membahas tentang suatu kenangan indah atau momen yang menyenangkan diwaktu senja bersama orang yang menurut saya spesial, yaitu teman semasa kecil. 

Pada semasa kecil saya sering menghabiskan waktu untuk bermain, seperti bermain bola, bersepeda ataupun permainan tradisional. Setelah waktu pulang sekolah, saya melakukan hal tersebut bersama teman semasa kecil, saya menghabiskan waktu untuk bermain bersama hingga golden hour atau senja. Waktu senja bagi saya bisa memberikan dua kesan yang berbeda, ketika waktu senja tiba saya sangat bersemangat untuk bermain karena waktu senja memberikan suasana yang bagus dan dapat meningkatkan mood karena langit disaat senja terlihat sangat cantik dan suasananya yang sejuk. 

Disaat yang lain perasaan saya terasa sedih, karena bagi saya senja merupakan tanda bahwa akan berakhirnya segala kegiatan atau akhir dari waktu semua aktivitas, maka ketika waktu senja tiba menandakan bahwa segala aktivitas atau permainan kami akan berakhir dan saatnya untuk pulang ke rumah masing-masing. 

Jadi, senja dapat mengingatkan saya terhadap suatu kenangan atau momen yang sangat indah pada semasa kecil.

Selasa, 02 Mei 2023

Tugas: Literature Review 20 Jurnal Semiotika Ferdinand De Saussure

Nama Anggota Kelompok : 

Muhammad Haikal Shadiqa (202146500790) 

Atmaka Ivan (202146500748) 


Jurnal 1

 

l   Judul: PENERAPAN ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE DALAM PERTUNJUKAN

KETHOPRAK RINGKES

 

l   Object: KETHOPRAK RINGKES

 

l   Pendekatan/Metode: Metode Penelitian Kualitatif

 

l   Analisis: Analisis Penanda dan Petanda:Menurut Ferdinand de Saussure (Fanani,2013), tanda hanya akan dapat merepresentasikan sesuatu jika si pembaca tanda memiliki kesamaan pengalaman atas tanda tersebut. Sebuah kata dapat memiliki makna yang beragam ketika berada di dalam lingkungan yang berbeda. Dibenarkan oleh Asriningsari (2010), bahwa proses signifikasi menghasilkan makna bagi penafsir yang berbeda tergantung pada konsep secara mental yang dimiliki penafsir mengenai tanda yang dihadapinya. Dalam kethoprak ini sudah dapat dipastikan bahwa lingkungan pendukungnya berlatar Jawa. Ditunjukkan dengan dialog yang memakai bahasa Jawa, juga interaksi pada penonton yang memakai bahasa Jawa.Signifikasi juga dilakukan pada salah satu lirik lagu pementasan ini. Cerita yang dibawakan sebenarnya mengisahkan tentang kisah cinta yang terpisahkan oleh restu orang tua. Pada awal pertemuan, Eng Tay menyamar menjadi laki-laki agar dapat bersekoah di Hang Cui. Sampek yang telah menolong Eng Tay agar terlepas dari perampok, diberi hadiah untuk bersekolah oleh Eng Tay. Keduanya bersama dalam satu kamar di asrama. Awalnya Sampek tidak tahu bahwa Eng Tay wanita, hingga pada suatu saat Sampek mengetahui Eng Tay adalah perempuan. Namun sayang, ayah Eng Tay tidak setuju karena strata sosial Sampek yang jauh di bawah Eng Tay. Lirik lagu dalam pementasan ini juga merepresentasikan cinta yang tidak dapat bersatu itu. “Tapi mengapa cinta itu terpisah oleh dinding yang membelah”, begitulah lirik lagunya. Dinding yang membelah dimaknai sebagai adanya keberjarakan antara keduanya, yakni strata sosial. Menyebabkan cinta keduanya harus berpisah. Beberapa kata di atas jika dimaknai secara gamblang tidak akan mencapai pada esensi yang ada dalam dialog. Pemaknaan kata-kata ini bersifat konvensional. Adanya makna muncul berdasarkan kesepakatan masyarakat yang menyepakati kata-kata di atas untuk makna tertentu. Bukan tidak mungkin bahwa kalimat kalimat tersebut bermakna lain jika berada di lingkungan yang berbeda.

l   Analisis Sintagmatis-Paradigmatik:Sekedar kembali mengingat, bahwa hubungan sintagmatik adalah hubungan antara elemen yang hadir, sedangkan paradigmatik adalah hubungan antara elemen yang hadir dan tidak hadir. Seperti contoh pada dialog Suhu Cu yang sedang membicarakan mengenai siswanya yang selalu mendapat nilai 99. Kemudian dia mengkomparasikan dengan nilai siswa Demakijo yakni 403 dan siswa Pathuk yang mendapatkan nilai 25, 55, 75. Dalam dialog ini, ada relasi antara yang hadir (in present) ataupun yang tidak hadir (in absentia). Demakijo merupakan Markas Batalyon Infantri yang ada di Godean,Yogyakarta. Dalam dialog tersebut, hanya kata Demakijo 403 saja yang hadir, karena sedang disangkutpautkan dengan nilai. Sementara yang tidak hadir adalah Markas Batalyon Infantri. Jikalau penonton merupakan warga Yogyakarta atau yang sudah tahu, pasti akan ikut tertawa. Namun jika tidak tahu, pasti akan kebingungan.Tidak sampai di situ saja dalam memaknai suatu tanda, tetapi memerlukan proses seleksi dan kombinasi.      Poros seleksi sama dengan poros paradigmatik, mengacu pada sinonim yang nantinya akan diseleksi. Poros kombinasi sama dengan poros sintagmatik yang mungkin saja mengubah      makna tertentu pada kalimat. Dalam pertunjukan ini terdapat beberapa dialog yang dapat dimaknai dengan analisis sintagmatis paradigmatis. Analisis pada poros kombinasi dan poros seleksi memungkinkan lebih banyak pemaknaan. Dibantu dengan relasi antar tanda yang membutuhkan pemaknaan tersendiri melalui sebuah majas. Upaya pemaknaan ini bisa dilakukan dalam rangka mengedukasi khalayak umum tentang peran seni pertunjukan bagi masyarakat. Seni tradisi merupakan representasi dari kehadiran masyarakat, baik kehendak atau persoalan keseharian. Selain itu, seni tradisi menjadi pembimbing pergaulan bersama dalam masyarakat (Yudiaryani et al., 2018). Sama halnya dengan pertunjukan kethoprak ini yang menyampaikan persoalan keseharian dengan gaya banyolannya. Meski menggunakan bahasa primordial, nyatanya seni ini memang seni tradisi yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar.

 

 

 

 

 

 

 

 

l   Kesimpulan:Pementasan Kethoprak Ringkes dengan judul “Sampek Eng Tay (Korban Multikrisis)”sarat dengan pemaknaan yang tidak bisa dimaknai begitu saja hanya dengan mendengar bunyinya. Penggunaan berbagai kosakata melibatkan sistem tanda dengan semiotika Saussure. Dalam memahami konteks pertunjukan memang tidak hanya sebatas linguistiknya saja,harus seperti teori Barthes yang memungkinkan hingga pada signifikasi tataran kedua. Tetapi pada artikel ini pemaknaan yang diinginkan memang sebatas dialog saja. Adanya teori Saussure ini membantu pengkajian terhadap dialog pementasan teater. Tidak terbatas pada analisis signifikasi saja, melainkan juga sintagmatis dan paradigmatik.Gaya banyolan Kethoprak Ringkes nyatanya banyak menggunakan relasi antara yang hadir dalam pertunjukan dengan relasi yang tidak hadir. Berkenaan dengan relasi yang tidak hadir,akan memunculkan makna tersendiri karena adanya konsep tertentu dalam suatu  paradigma.yang sudah terbentuk. Pemilihan dialog-dialog yang ada pada pementasan ini ternyata juga dapat ditelaah melalui poros seleksi dan kombinasi yang memungkinkan adanya makna lain. Seperti pada penggunaan kalimat yang sebenarnya mengkomparasikan dua hal sekaligus. Gaya banyolan yang khas ini nyatanya dapat menunjukkan kegelisahan dan persoalan yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat. Adanya seni tradisi ini hendaknya terus dilestarikan.Selain sebagai sarana hiburan masyarakat, juga edukasi perihal keseharian masyarakat. Bahkan pada beberapa pemaknaan, ternyata kata atau kalimat yang diucapkan merupakan kebiasaan atau aktivitas masyarakat. Ini menunjukkan bahwa edukasi tidak sebatas pada fungsi seni tradisi, tapi juga mengenai kebiasaan-kebiasaan yang ada.

 

 

Jurnal 2

 

l   Judul: ANALISIS SEMIOTIKA STRUKTURALISME FERDINAND DE SAUSSURE PADA FILM

 "BERPAYUNG RINDU"

 

l   Object: Film Berpayung Rindu

 

l   Pendekatan/Metode: Metode Penelitian Kualitatif

 

l   Analisis: Berdasarkan hasil analsisis semiotika Ferdinad de Saussure terdapat tanda-tanda yang ditampilkan pada film web series “Berpayung Rindu”. Film ini tidak terlepas dari kemampuan sutradara dalam membaca situasi dan menyesuaikan dengan kondisi zaman. Film ini menampilkan beberapa adegan visual, dan teks yang memeliki makna pembelajaran dan pembentukan karakter terhadap seseorang. Berdasarkan uraian analisis yang telah disampaikan diatas mengenai film web series Berpayung Rindu dengan analisis semiotika Ferdinand de Saussure dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai penanda (Signifier) dan petanda (Signified) serta makna dari iklan tersebut yaitu film ini lebih mengarahkan ke pesan moral terlihat dari adegan per episodenya yang mana film ini mengisahkan sepasang suami istri yang berpisah karena perselingkuhan dan yang menjdai korban adalah sang anak yang akibatnya sang anak kehilangan kasih sayang salah satu dari orang tuanya yaitu seorang ibu

 

l   Kesimpulan: Di film ini banyak sekali pesan-pesan yang terkandung mulai dari kita harus bisa menyayangi keluarga, menghindari sikap egois serta memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Makna dan representasi yang terkandung dari film ini yang dapat diambil sebagai pelajaran adalah keluarga adalah harta yang berharga. Film web series ini disajikan sebagai pembelajaran bagi orang tua khususnya orang dewasa yang menuju proses membina keluarga. supaya film yang bernilai edukasi bukan lagi dianggap suatu hal yang tabu, sehingga banyak masyarakat dapat menjadi lebih selektif untuk bahan tontonan dikalangan orang dewasa yang menuju proses membina keluarga secara mandiri dan membuka pemahaman yang lebih positif yang akan berdampak pada prilaku masyarakat tersebut.

 

Jurnal 3

 

l   Judul: ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE SEBAGAI REPRESENTASI
          NILAI KEMANUSIAAN DALAM
FILM THE CALL

 

 

l   Object: FILM THE CALL

 

 

l   Pendekatan/Metode: Metode Penelitian Kualitatif dengan menggunakan Analisis Semiotika

 

l   Analisis: Ferdinand de Saussure karena teori ini memiliki penanda dalam pembedahan. Penerapan teori untuk analisis film “The Call” akan dilihat dari adegan, dialog dan setting. Menurut Saussure, spek lain dari penanda, yaitu niitos, yang artinya menandai suatu masyarakat dimana mitos tersebut terletak pada tingkat kedua dari penandaan. Setelah terbentuk system tanda (szgw) - penanda (signifier) - petanda (signified), tanda tersebut akan meiijadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. (Sumawijaya, 2008).Sesuai dengan pandangan semiotika Ferdinand. maka pada penanda dan petanda yang akan di bahas pada film Soegija adalah pada potongan-potongan scene yang sudah di pilih oleh peneliti. Nilai kemanusiaan direpresentasikan melalui adegan, dialog dan setting. Pertama nilai kemanusiaan di representasikan melalui adegan, adegan yang menggambarkan nilai kemanusiaan dalam scene yang telah dianalisis yaitu adanya rasa kepedulian terhadap sesama, dimana sosok Jordan yang memperhatikan warga yang sedang dalam keadaan danirat yang diculik menandakan bahwa Jordan memiliki rasa kepedulian pada sesama. Pada adegan juga memperlihatkan rasa peduli. Rasa keperdulian adalah salah satu cerminan rasa kemanusiaan. Pada adegan yang menandakan adanya rasa peduli dilihat dari adegan Jordan dimana ia berusaha untuk mengeralikan semua tenaganya untuk membantu Casey dari serangan penculiknya hal ini berarti seorang petugas telfbn damrat memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan juga. Dari kedua adegan tersebut merepresentasikan nilai kemanusiaan.Berikut kutipan dialog :

 

Casey : Tolong aku
Casey : Kumohon, aku tak mau mati
Jordan : Aku akan menolongmu, oke?
Jordan : Tidak akan ada yang mati.
Casey : Kau jaiiji? Kau jaiiji akan menemukanku?
Jordan : Aku berjaiiji akan menemukamnu, sayang. Oke?

 

Dialog tersebut memperlihatkan Jordan ikut memikirkan warga yang dalam keaadaan darurat, hal ini mencerminkan dialog Jordan peduli atas keselamatan warganya. Dalam dialog juga tercermin rasa keperdulian.

 

 

l   Kesimpulan:

 

A.Penanda

Penanda dalam semiotika ini dikemukaan oleh Ferdinand De Saussure dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur. Makna petanda yang dapat diambil dari tujuh scene yang telah dianalisis melalui adegan, dialog, dan latar adalah gambaran tentang seorang operator darurat yang dituntut untuk bisa menyelamatkan masyarakatnya yang membutulikan pertolongan dengan segala macam solusi..

 

B.Petanda

Petanda dalam semiotika ini dikemukaan oleh Ferdinand De Saussure dilihat sebagai makna yang terungkap melalui fimgsi dan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya arsitektur. Tokoh seorang pelayan operator darurat yang memperlihatkan keperdulian, rasa cinta, tolong menolong kepada orang yang tidak ada hubungan keluarga, bukan seorang teman akan tetapi bisa berjaiiji dan menepatinya untuk menyelamatkan. Inilah yang termasuk nilai kemanusiaan yang terkandung dikaitkan dengan dialog, adegan, dan latar dalam film ini.

 

C.Nilai Kemanusiaan

Berdasarkan analisis semiotika Saussure, terdapat representasi nilai kemanusiaan yang diproyeksikan melalui adegan, dialog, dan latar. Adapun nilai kemanusiaan yang tampak pada film The Call ini adalah :

l   Kepedulian terhadap sesama manusia

l   Rela berkorban demi keselamatan masyarakat

l   Tolong-menolong bekerja sama di tengah kesulitan

l   Menempatkan kepentingan masyarakyat di atas kepentingan pribadi.

 

 

Jurnal 4

 

l   Judul:  ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE PADA INSERT BUDAYA

“TANAMPO” DI SRIWIJAYA RADIO

 

l   Object: BUDAYA TANAMPO

 

l   Pendekatan/Metode: Metode Penelitian Kualitatif

 

l   Analisis: Berdasarkan hasil penelitian analisis semiotika Ferdinand de Saussure terkait pada insert

budaya ‘Tanampo’ di Sriwijaya Radio ada beberapa tanda-tanda yang disebutkan. Kemampuan

para kreatif insert budaya ‘Tanampo’ dalam menyampaikan pesan tersebut dapat membuat para

pendengar merealisasikan ke dalam pikiran mereka, sehingga menimbulkan theatre of mind

pendengar itu sendiri. Oleh karena itu, pesan moral yang ada pada insert budaya ‘Tanampo’

tersebut dapat tersampaikan dengan baik dan mudah dipahami.

Dari hasil analisis yang telah disampaikan diatas mengenai insert budaya ‘Tanampo’ pada

Sriwijaya Radio dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai penanda (Signifier) dan pertanda

(Signified) beserta pesan moral yang terkandung dalam insert tersebut dimana mengisahkan

seorang pemuda pada zaman dahulu bernama Dempo Awang yang durhaka terhadap orang

tuanya sehingga dia mengalami nasib buruk ketika sedang berlayar yang membuat kapalnya

karam dan bekal sembako yang dibawanya tenggelam dikarenakan sumpahan yang ia dapat

dari Ibunya.

 

l   Kesimpulan: Pada insert budaya ‘Tanampo’ yang ada di Sriwijaya Radio ini memberikan banyak pesan pesan yang dapat kita ambil, seperti hormat dan patuh kepada orang tua terutama Ibu dan tidak memiliki sikap egois serta selalu menyayangi keluarga. Insert budaya yang disampaikan ini guna mengedukasi pendengar untuk selalu menjaga sikap kepada siapapun itu terutama oramg tua serta memberikan pemahaman yang lebih positif yang akan berdampak terhadap perilaku pendengar.

 

Jurnal 5

 

l   Judul:  ANALISIS MAKNA PADA PUISI “KAMUS KECIL” KARYA JOKO PINORBO MENGGUNAKAN PENDEKATAN              SEMIOTIKA

 

 

 

 

l   Object:   PUISI “KAMUS KECIL” KARYA JOKO PINORBO

 

l   Pendekatan/Metode:  Metode yang digunakan dalam penelitian pada puisi Joko Pinurbo “Kamus Kecil” adalah                                      dengan menggunakan metode penelitian kualitatif .

 

 

 

 

l   Analisis: Berdasarkan hasil penelitian analisis pada puisi Kamus Kecil tersebut mengandung makna yang sangat dalam. Oleh karena itu, peneliti melakukan analisis makna menggunakan pendekatan semiotika untuk mengetahui makna puisi yang sebenarnya, berikut ini hasil penelitiannya:

 

1. Simbol

Pada puisi Joko Pinurbo yang termasuk simbol pada bait pertama: Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia

bait ketiga: dan membingungkan. Ia mengajari saya

bait keenam belas: gembira, sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila;

bait kedelapan belas: bahwa cinta membuat dera berangsur reda;

dan bait ke dua puluh: bahwa amin yang terbuat dari iman

 

Alasan mengapa bait-bait tersebut dikelompokan ada sistem simbol dalam semiotika adalah dengan adanya petanda yang menggambarkan sesuatu yang unik bait puisi tersebut. Pada bait pertama bahwa “Bahasa Indonesia” adalah simbol yang membesarkan kata “saya”. Yang bermakna bahwa “saya” ini dilahirkan di dalam lingkungan yang berbahasa “Indonesia“. Kemudian pada bait ketiga, kata”membingungkan” pada bait tersebut bermakna bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang tidak mudah meskipun sering kita pelajari.

 

2. Ikon

Dalam rangkaian larik-larik di atas, masing-masing pada bait lima sampai delapan belas memperlihatkan ada beberapa kata-kata yang mirip baik kata dan pemaknaannya ada juga yang tidak mirip baik kata dan pemaknaannya (bertentangan). Misalnya pada kata yang pemaknaannya saling mendukung pada bait puisi berikut:

bahwa sumber segala kisah adalah kasih

dan pada bait selanjutnya:

bahwa ingin berawal dari angan;

bahwa ibu tak pernah kehilangan iba;

bahwa segala yang baik akan berbiak

Begitupun kata yang mirip namun bermakna berlawanan dengan kata sebelumnya pada bait puisi seperti:

bahwa orang ramah tidak mudah marah;

bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih;

bahwa seorang bintang harus tahan banting;

bahwa orang lebih takut kepada hantu

 

3. Indeks

Pada bait tiga belas sampai bait lima belas ini, Joko Pinurbo mengajak pembaca bercanda.Yang dikatakan Joko Pinurbo ada bait tiga belas dan empat belas

bahwa orang lebih takut kepada hantu

ketimbang kepada tuhan;

yang intinya sama bahwa pemurung tak pernah gembira. Begitupun pada bait kesembilan belas:

bahwa orang putus asa suka memanggil asu;

intinya adalah bahwa orang yang tak pernah optimis suka memanggil asu. Asu adalah ungkapan yang berasal dari jawa yang berarti “anjing”. Kata asu ini sering diungkapkan untuk perasaan jengkel atau kesal.

Pada bait enam belas sampai bait delapan belas

gembira, sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila;

bahwa lidah memang pandai berdalih;

bahwa cinta membuat dera berangsur reda;

mempunyai makna bahwa lidah selalu pandai mengemukakan alasan. Pada bait selanjutnya

bahwa kelewat paham akan terasa hampa,

disisi juga kita menemukan makna bahwa kepahaman membuat hampa jika tidak bisa membuat batas untuk kehidupan kita. Bait selanjutnya bermakna bahwa:

bahwa amin yang terbuat dari iman

Bait “iman akan selalu terasa aman” yang diungkapkan dengan berdoa. Dengan berdoa kita

akan merasa aman karena efek spritual yang sangat melekat dalam setiap aspek kehidupan.

 

 

l   Kesimpulan: Puisi merupakan karya yang bersifat imajinatif yang isinya merupakan ungkapan perasaan seorang penyair menggunakan bahasa yang mengandung makna dan kesimpulan dari penelitian ini adalah puisi “kamus kecil” ini mengandung 3 aspek kandungan, diantaranya: simbol, ikon, indeks yang bersatu padu menjadi sebuah makna yang sangat unik. Masing masing aspek kandungan itu memiliki tumpuan utama dalam sebuah puisi tersebut. Petandapetanda yang ditimbulkan oleh diksi yang sederhana membuat makna yang terkandung dalam puisi tersebut memiliki daya pikat yang unik. Permainan kata yang sederhana dan menggelitik yang diangkat dari aktivitas sehari-hari menjadi ciri khas puisi Jokpin.

 

 

 

Jurnal 6

 

l   Judul: ANALISIS SEMIOTIKA SAUSSURE PADA KARYA POSTER MAHARANI YANG BERJUDUL “SAVE CHILDREN”

 

 

l   Object: POSTER MAHARANI YANG BERJUDUL “SAVE CHILDREN”

 

 

l   Pendekatan/Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interpretasi.

 

 

l   Analisis:Tanda adalah segala sesuatu seperti warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang mempresentasikan selain dirinya (Danesi, 2010, p. 6). Pendapat ini dapat diartikan bahwa sistem tanda tidak dapat berkerja jika tanda tersebut mewakili atau mempresentasikan dirinya sendiri. Pada umumnya penelitian yang menggunakan pendekatan semiotika tidak bersifat matematis (pasti), melainkan suatu kajian yang banyak menimbulkan ragam interpretasi. Hal ini dikarenakan tanda yang dihadirkan memiliki kapasitas dan latar belakang budaya yang beragam. Seperti yang di ungkapkan Yasraf Amir Piliang dalam Sumbo Tinarbuko bahwa : “Pengertian ilmu dalam semiotika tidak dapat disejajarkan dengan ilmu alam (natural Science), yang menuntut ukuranukuran matematis yang „pasti‟ untuk menghasilkan sebuah pengetahuan objektif sebagai sebuah „kebenaran tunggal‟. Semiotika bukanlah ilmu yang mempunyai sifat kepastian, ketunggalan, dan objektivitas seperti itu, melainkan dibangun oleh „pengetahuan‟ yang lebih terbuka bai aneka interpretasi (Tinarbuko, 2009, p. ix)”. Seperti yang sudah dijelaskan di atas tanda bagi Saussure terdiri dari dua komponen yakni penanda dan petanda. Penanda merupakan struktur bentuk dari sebuah tanda, seperti citra bunyi, tulisan ataupun gambar, sedangkan petanda merupakan suatu konsep makna dari struktur penanda yang mempresentasikan sebuah realitas. Untuk melihat bagaimana sistem tanda berkerja pada poster Maharani yang berjudul “Save Children‟, maka dilakukan analisis tanda verbal dan nonverbal menggunakan teori Saussure yakni penanda dan petanda.Pendekatan teori Saussure yang digunakan sangat membantu penulis untuk mengetahui sistem tanda dan bagaimana tanda tersebut berkerja di dalam poster ini. Tanda verbal dan nonverbal dalam poster ini terdiri dari penanda dan petanda yang merepresentasikan suatu makna atau referent (eksternal reality). Identifikasi dari karya Maharani dilihat dari kata “Children” jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti anak, lalu kata “Have the right to be” jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti memiliki hak untuk, kata ini sendiri menunjukan bahwa anak memiliki hak, dan kata “Free” jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti bebas, dibuat samar karena, hanya sedikit orangtua yang membolehkan atau mengizinkan anaknya untuk melakukan ataupun menjadi seperti apa yang mereka mau, bisa dipahami bahwa kebebasan untuk anak itu “samar”. Menggunakan gambar atau foto anak yang merupakan bahan dari dosen pembimbing mata kuliah Fotografi Periklanan yang diperintahkan untuk mengelolanya untuk menjadi sebuah poster iklan layanan masyarakat, dengan berdasarkan gambar tersebut maka penulis menggunkan foto ini sebagai penunjang dari ide tentang kebebasan anak dalam berekspresi. Foto anak dengan ekspresi atau mimik wajah cemberut ini, digunakan sebagai elemen visual yang melambangkan bahwa dalam poster ini membahas bahwa anak ini merasa terpaksa dan tertekan, dimana disini penggunaan ekspresi dari anak tersebut melambangkan ekspresi penolakan yang serasi dengan tujuan dari dibuatnya karya poster ini, dan menggunakan latar belakang atau background gradasi warna putih dan abu-abu yang menurut psikologi berartikan samar atau ragu-ragu,disini warna melambangkan tanggapan anak terhadap kebebasan mereka yang direnggut oleh orang tua yang kadang menyakiti mereka sehingga dengan warna ini penulis bermaksud untuk memasukkan makna keraguan atau kebimbangan anak dalam menerima bahwa kebebasannya direnggut oleh orang tua nya. Dan menggunakan logo DKV UIGM disini digunakan sebagai identitas dari poster tersebut.

 

 

 

l   Kesimpulan: Berdasarkan analisis sistem penandaan yang terdapat pada poster “Save Children” ini dapat disimpulkan bahwa tanda signifier dan tanda signified cukup jelas pemaknaannya baik dari sisi pesan visual atau pesan verbal yang disampaikan. Secara keseluruhan pemaknaan yang ditangkap dari poster ini berkaitan dengan kebebasan anak-anak. Pada usia dini anak-anak memang harus lebih diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan kebebasan anak itu sendiri. Pada umumnya anak pada usia dini masih berada pada tahap eksplorasi, oleh karena itu mereka selalu merasa penasaran dengan apa yang belum mereka ketahui. Sebagian besar orang tua masih membatasi kebebasan anak dalam bermain. Di samping itu, analisis system pendaan berdasarkan teori Saussure pada poster yang berjudul “Save Children” adalah melihat sejauh mana entitas-entitas sebuah tanda yang memiliki hubungan pemaknaan antara signifier dan signified yang bermuara pada eksternal reality atau pemaknaan yang sebenarnya yang berkaitan dengan kebebasan anak. Melalui proses analisis tanda berdasarkan teori semiotika Saussure diharapkan mampu menjadi pemicu bagi sebagian orang tua untuk memberikan kebebasan kepada anak mereka sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Di samping itu, Penggalian informasi yang dilakukan dalam analisis poster ini memberikan sebuah pemahaman bagaimana seorang desainer harus jeli dan teliti dalam menggunakan dan menempatkan tanda-tanda verbal dan nonverbal di dalam karya posternya. Tampilan visual yang terdapat pada poster ini cukup menarik untuk dibedah dan dianalisis dengan pendekatan teori semiotika yang dikemukakan oleh para ahli semiotika lainnya seperti teori semiotika Pierce, Roland Barthes, Umberto Eco dan lain sebagainya. Dengan bertujuan membuka wawasan para akademisi Desain Komunikasi Visual untuk memahami tanda verbal dan nonverbal yang terdapat dibalik wujud media komunikasi visual lainnya.

 

 

Jurnal 7

 

l   Judul: ANALISIS POSTER VIDEO KLIP LATHI : KAJIAN SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE

 

 

l   Object: POSTER VIDEO KLIP LATHI

 

l   Pendekatan/Metode: Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

 

 

l   Analisis: Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, tanda merupakan kesatuan dari suatu

bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah

bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa, apa yang

dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran

atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa. Petanda tidak mungkin disampaikan tanpa

penanda. Petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu

faktor linguistik. Proses petanda atau penanda akan menghasilkan realitas eksternal atau petanda.Berikut ini merupakan analisa dari komponen dalam semiotika tanda dan penanda itu melalui karya poster berjudul Lathi, sehingga dilakukan analisis tanda verbal dan nonverbal menggunakan teori Saussure yakni penanda dan petanda.Pendekatan teori Saussure yang digunakan ini sangat membantu penulis untuk mengetahui sistem tanda

dan bagaimana tanda tersebut berkerja di dalam poster ini. Tanda verbal dan nonverbal dalam poster ini terdiri dari penanda dan petanda yang merepresentasikan suatu makna atau referent (eksternal reality). Membahas karya

lathi yang sebenarnya merupakan lagu yang menceritakan mengenai toxic relationship. Karya ini menceritakan tentang inner side atau sisi dalam seorang wanita disaat jatuh cinta, wanita yang dilahirkan sebagai orang lugu yang merusak segala aturan karena semua yang dilihat seakan hampa lalu menyangkal semua kebenaran, semuanya berubah dan perubahan tersebut terjadi karena suatu alasan, cinta yang dijalani justru menggambarkan keadaan wanita yang terbelenggu oleh rantai dengan tubuh yang berdarah-darah, padahal tujuan menjalin kasih untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi justru cinta itulah yang mengubah dirinya menjadi berhati dingin dan tidak berperasaan. Harga diri seseorang ada pada lidahnya (perkataannya), kata Lathi disini melambangkan mengenai hal tersebut. Namun,

karena Lathi tersebut justru akhirnya membuat wanita lugu yang dibelenggu cinta merubahnya dari seorang wanita yang lugu menjadi seperti iblis yang penuh dendam. Seorang wanita itu dapat dibelenggu hatinya hanya dengan kata-kata, walaupun kata-kata yang disampaikan tidak mencerminkan harapan dari hati wanita tersebut, sakit hati mampu merubah karakter lugu yang terbelenggu menjadi seseorang yang kuat utuk membalas sakit hati yang telah diterima.

Poster ini dibuat pada tahun 2020, setelah mendapatkan perhatian dari seluruh dunia dan menjadi viral atas lagunya. Konteks karya Lathi ini begitu tepat pada saat ini, dimana banyak kaum muda terjerat dalam suatu toxic relationship atau yang dikenal dengan sebutan yang trend pada saat ini yaitu “bucin”. Perlu suatu keberanian untuk bisa terlepas dari toxic relationship, sehingga akhirnya karya ini sangat tepat dihadirkan. Karya yang merepresentasikan bagaimana

toxic relationship itu menjadi hubungan yang tidak sehat bahkan fatal bagi kehidupan seseorang ke depannya.

 

 

 

 

l   Kesimpulan: Analisis dari karya poster Lathi ini menggunakan analisis teori Ferdinand de Saussure, dan akhirnya dapat disimpulkan bahwa pesan atau makna yang akan disampaikan dalam bentuk gagasan dalam poster ini mengenai toxic relationship yang terjadi dalam hubungan cinta, dimana pihak tertentu merasa tersakiti. Seharusnya perasaan cinta membawa suatu kebahagiaan, tetapi yang ada justru rasa tersiksa. Yang  akhirnya merubah seseorang dari pribadi yang lugu menjadi pribadi yang tidak punya perasaan. Kata cinta yang dibisikan sehingga merubah seorang wanita lugu menjadi seperti iblis yang penuh dendam, di sini yang saya lihat pesan yang dalam itu tersirat, bahwa seorang wanita itu dapat dibelenggu hatinya hanya dengan katakata, walaupun kata-kata yang disampaikan tidak mencerminkan harapan dari hati wanita tersebut, sakit hati mampu merubah karakter lugu yang terbelenggu menjadi seseorang yang kuat utuk membalas sakit hati yang telah diterima. Satu hal yang ditonjolkan melalui headline Lathi yang berarti lidah, mengambil dari pepatah Jawa, tidak ada manusia yang bisa lari dari kesalahan, karena kesalahan itu butuh pertanggungjawaban untuk di perbaiki, harga diri seseorang itu terletak di lidahnya (perkataannya). Berangkat dari permasalahan inilah Weird Genius, dengan besutan poster yang dibuat oleh Andy Adrians yang adalah Art Director dari Lathi melahirkan karya poster ini dalam bentuk tampilan visual dalam bentuk poster yang sangat menarik. Melalui karya ini, terselip pesan yang ditangkap agar kita lebih berhati-hati dengan toxic relationship, apalagi dalam perkataan kita kepada pasangan yang dapat menimbulkan hubungan yang kurang sehat dalam berelasi.

 

 

Jurnal 8

 

l   Judul: Analisa Semiotik Makna Motivasi Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut” Karya Payung Teduh

 

 

l   Object: Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut” Karya Payung Teduh

 

 

l   Pendekatan/Metode: Kualitatif Interpretatif.

 

 

l   Analisis: Peneliti akan menganalisis lirik lagu tersebut menggunakan teori semiotika dari Saussure. Berikut analisa Semiotik Menurut Saussure, penulis akan member analisa dalam tiap bait.

               

Dalam pemaparaan Bait Pertama adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang Gunung dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bukit karena bukit adalah tempat di daratan yang sangat teduh dan dingin. Namun dalam lirik lagu disebutkan bahwa ada sebuah bukit yang tidak ada rumput dan air. Hal ini menunjukan bahwa

setenang apapun sebuah kehidupan pasti akan ada masalah yang datang walau manusia lari ketempat

yang nyaman sekalipun, hal ini ditunjuka dalam lirik di bait pertama.

 

Dalam pemaparaan Bait Kedua adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang Gunung dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bahwa setelah manusia yang mencari air di laut namun agar hati-hati dengan air yang bisa membunuhnya. Air bisa dikatakan adalah sebuah kesenangan dan kepuasan yang diinginkan manusia, namun alam lagu ini memiliki makna agar manusia hati-hati jika sudah menemukan yang dicari. Dikarenakan sesuatu yang berlebihan akan berakibat buruk, hal ini di tandai dengan lirik yang mengatakan “Air selalu merayu Menggodaku masuk ke dalam pelukannya.” Hal ini menunjukan bahwa air bisa memberi kehidupan namun bisa juga medatangkan bencana dengan cara menenggelamkan.

 

Dalam pemaparaan Bait ketiga adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang Gunung

dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bahwa melakukan yang percuma. Dalam lirik ini memberikan petunjuk bahwa emosional manusia kadang tidak dapat dipikirkan oleh logika. Senang dan sedih manusia kadang terlalu berlebihan mengungkapkannya. Namun hal ini hanya sia-sia karena tidak bisa dirasakan oleh orang lain, hanya

dirasakan sendiri. Maka dari itu pada akhir bait tersebut dijelaskan “Karena gunung dan laut Tak punya Rasa”. Hal ini menjelaskan hal yang Percuma mengungkapkan emosional namun merugikan orang lain.

 

 

Dalam pemaparaan Bait Keempat adalah bisa di lihat bahwa dalam lagu “Cerita Tentang Gunung dan Laut” penciptanya ingin menganalogikan bahwa pencipta lagu menuliskan lirik yang sarat akan makna, yaitu tentang motivasi kehidupan yang sangat baik untuk diikuti. Hal tersebut bisa di lihat dalam penggalan lirik bait ke empat adalah motivasi kehidupan jika sedang diberi kesusahan jangan terlalu bersedih dan juga bila diberi kesenangan jangan terlalu senang. Hal ini bisa dilihat dari lirik “Aku tak pernah melihat gunung menangis Biarpun matahari membakar tubuhnya”. Gunung tak akan berubah walaupun di beri panas yang luar biasa. Dalam kalimat ini mempunyai makna jangan berkecil hati walaupun sedang mengalami kesusahan. “Aku tak pernah melihat laut

tertawa Biarpun kesejukkan bersama tariannya” adalah makna jika dalam situasi senang jangan terlalu senang karena air yang berlimpah dilautan saja tidak berubah walapun banyak ombak.

 

 

 

 

 

 

l   Kesimpulan: Setelah melakukan penelitian dengan pembahasan melalui studi pustaka dan interpretasi

mengenai “Analisis Semiotika Makan Motivasi Pada Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung dan Laut” Karya Payung Teduh. Penulis memberikan kesimpulan seperti dijelaskan di bawah ini. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan

makna dalam lirik lagu Payung Teduh, yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Cerita Tentang Gunung dan Laut”. Penulis menemukan ada makna dibalik lirik lagu tersebut tentang motivasi kehidupan. Berikut kesimpulannya dalam tiap bait.

1. Dalam bait pertama makna yang terkandung setelah melalui proses analisa semiotik De Saussure adalah manusia pasti mencari kesenangan namun tidak selalu kesenangan itu datang sekalipun manusia berada ditempat yang tepat.

2. Dalam bait kedua makna yang terkandung setelah memlalui proses analisa semiotik De Saussure adalah manusia mencari kesenangan di tempat yang tidak semestinya. Walaupun memberikan kesenangan namun hal itu dapat menimbulkan masalah baru.

3. Dalam bait ketiga makna yang terkandung setelah memlalui proses analisa semiotik De Saussure adalah janganlah melakukan hal yang sia-sia. Hal ini ditunjukan dengan kalimat “Tak perlu tertawa atau menangis Pada gunung dan laut Karena gunung dan laut Tak punya rasa.” Dalam bait ketiga makna yang terkandung setelah memlalui proses analisa semiotik De Saussure adalah jangan melakukan hal yang berlebihan dalam semua situasi baik senang dan sedih. Hal ini ditunjukan pada lirik yang menandakan hal yang tidak menunjukan hal yang berlebihan dalam kehidupan.

 

 

Jurnal 9

 

l   Judul:  MAKNA OPTIMISME DALAM IKLAN POLITIK “WUJUDKAN MIMPI BERSAMA JOKOWI-JK”

(Analisis Semiotika Saussure Pada Scene Yang Menunjukkan Tagline JOKOWI-JK ADALAH KITA)

 

 

 

l   Object:   IKLAN POLITIK “WUJUDKAN MIMPI BERSAMA JOKOWI-JK”

 

 

 

l   Pendekatan/Metode:   Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif

 

 

 

l   Analisis: Berdasarkan hasil analisis tanda dengan menggunakan teori tanda dari Ferdinand De Saussure, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana unsur-unsur semiotika De Saussure mampu mengungkap makna optimisme yang terdapat di dalam iklan politik “Wujudkan Mimpi Bersama Jokowi-JK”.Dengan demikian, masyarakat dapat melihat sisi lain dari tayangan iklan politik, yakni adanya harapan dan keyakinan tentang masa depan atau hasil yang sukses dari sesuatu serta kecenderungan untuk mengambil pandangan positif. Berdasarkan uraian analisis di atas, peneliti mampu menjawab tujuan dari penelitian ini, diantaranya;

1. Dapat diketahui bahwa dengan menganalisis iklan “Wujudkan Mimpi Bersama Jokowi-JK” menggunakan semiotika Ferdinand De Saussure, peneliti mampu mengungkapkan makna optimisme yang ada di dalam iklan.

2. Melalui unsur-unsur kajian semiotika Saussure, peneliti dapat mengidentifikasi tanda secara lebih mendalam. Hasil penelitian juga menunjukkan keterkaitan antara tanda-tanda visual dan audiovisual dalam merepresentasikan makna optimisme yang ada di dalam iklan.

 

 

 

l   Kesimpulan: Peneliti menyimpulkan hasil analisis pada iklan “Wujudkan Mimpi Bersama Jokowi-JK” dengan

menggunakan semiotika De Saussure dapat merepresentasikan makna optimisme melalui seluruh kajian unsur dalam iklan. Melalui tayangan iklan ini, masyarakat tidak hanya diajak untuk memilih pilihan mereka, namun juga pesan kepada masyarakat bahwa terdapat sosok calon pemimpin yang sederhana dengan menanamkan nilai seperti nasionalisme, pemimpin yang bekerja dan pro rakyat. Iklan ini juga memberikan kesan semangat menyongsong pemerintahan yang baru, bahwa masih ada harapan untuk bangsa ini menjadi lebih baik bersama Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

 

 

 

Jurnal 10

 

l   Judul: Nilai-Nilai Budaya Dalam Lagu Ndas Gerih Karya Denny Caknan; Studi Semiotika Ferdinand De Saussure

 

 

l   Object: Lagu Ndas Gerih Karya Denny Caknan

 

l   Pendekatan/Metode: Penelitian ini memakai pendekatan deskriptif kualitatif

 

 

l   Analisis: Berikut hasil pengamatan mengenai lagu Ndas Gerih:




 

Gamelan:

Relasi penanda dan petanda ibarat dua sisi selembar kertas yang tidak terpisahkan (Lukman, 2015: 216). Sama halnya dengan gamelan yang melekat dengan siklus kehidupan etnis Jawa, khususnya dalam setiap acara masyarakat Jawa (Hananto, 2020: 10). Sebagai warisan leluhur yang telah diakui secara internasional, gamelan mewakili alat musik tradisional Indonesia (Qibtiyah, 2012: 59). Adanya pengakuan dari berbagai penjuru dunia membentuk konvensi di masyarakat dalam menyematkan gamelan sebagai bentuk budaya Jawa, sesuai dengan ungkapan Saussure bahwa kebiasaan yang ada di masyarakat merupakan kesepakatan (konvensi) dari perilaku kolektif (Fanani, 2013: 12). Gamelan sendiri merupakan instrumen yang terdiri atas sistem tangga nada pentatonis, alat musik dengan laras pelog dan slendro, atau kesenian Jawa yang dimainkan secara bersama-sama menyerupai sebuah orksestra (Prasetyo, 2012: 22). Instrumen gamelan pada lagu Ndas Gerih merupakan sebuah bentuk kemasan budaya yang disematkan pada iringan musik. Penggunaan gamelan menunjukkan ciri khas kesenian masyarakat Jawa. Hampir setiap pergelaran budaya menampilkan gamelan sebagai instrumen musik. Meskipun setiap orang bisa mempersepsikan secara berbeda namun

esensi gamelan dalam Lagu Ndas Gerih sebagai instrumen musik jelas menandakan nilai tradisi masyarakat tertentu yakni masyarakat Jawa.

 

Logat Jawa Mataraman:

Wilayah Arekan (Lamongan, Mojokerto, Sidoarjo, Surabaya, Gresik, Malang, Pasuruan, dan Jombang) atau Pedalungan Madura (Jember, Probolinggo, Banyuwangi, Situbondo, Lumajang, Besuki, Bondowoso, dan Madura) memiliki dialek berbeda dengan wilayah Mataraman (Ngawi, Magetan, Madiun, Nganjuk, Ponorogo, Pacitan,Trenggalek, Tulungagung, Blitar, dan Kediri) yang cenderung memiliki kesamaan dengan pusat kebudayaan Jawa yaitu Solo dan Jogja

(Surokim dan Wahyudi, 2013: 41). Perbedaan tersebut menjadi bentuk penanda sosial masyarakat pengguna bahasa. Kata perasaanmu, atimu, tugasmu, dan uripmu pada lirik Ndas Gerih merupakan wujud logat Jawa Mataraman, dimana pada akhir kata terdapat imbuhan ‘mu’ yang berarti awakmu atau kamu. Berbeda halnya pada logat Arekan, ‘kamu’ adalah kon dan di wilayah Pedalungan lazim diucapkan rika (Maryaeni, 2006: 62). Selain itu, kata ngerti, tenanan, lawuhku,isuk, dan ngecong juga menandai logat Jawa Mataraman. Keberadaan kata-kata khusus diatas menjadi sebuah identitas yang mengarahkan interpretasi pembaca dalam menangkap makna tersirat, karena setiap makna tidak selalu melekat pada kosakata tetapi mampu membangkitkan persepsi dalam pikiran orang

 (Djawad, 2016: 99). Bahasa merupakan identitas budaya yang mencirikan suatu masyarakat tertentu.Penggunaan logat Jawa Mataraman sebagai bahasa keseharian menandakan kelekatan masyarakat dengan lokalitas kedaerahannya. Bahasa sebagai unsurbudaya di samping mengandung nilai budaya juga mengandung nilai estetika. Keindahan bahasa terletak pada intonasi dan kelas kata yang digunakan dalam lirik lagu.

 

Profesi Badut:

Badut didefinisikan sebagai pelawak pada sebuah sirkus, pementasan, atau acara lainnya. Ciri khas badut terdapat

pada riasan yang berlebihan, baik berupa kostum atau riasan wajah serta gayanya yang lucu dan menarik

(Nugroho et al, 2020: 42). Sitompol (2017: 22) mengemukakan selain membuat tertawa semua orang melalui pertunjukkan mereka, badut juga mengamen di jalanan.Maraknya aktivitas tersebut pada akhirnya memberikan doktrin kepada masyarakat bahwa profesi badut merupakan pekerjaan yang identik dengan pengamen atau penghibur

jalanan, sehingga badut dianggap rendah dan murahan, seperti halnya visual pada lagu Ndas Gerih adalah jenis badut

karakter atau pengamen. Hal itu dikuatkan dengan ilustrasi kedua badut menghibur setiap orang yang dijumpainya untuk kemudian diberikan imbalan berupa uang. Penampilan badut dalam video klip berkaitan erat dengan nilai ekonomi mengingat badut diposisikan sebagai profesi untuk mendapatkan sejumlah uang terutama oleh kalangan ekonomi lemah.

 

Tradisi Kenduri:

Surjono (dalam Susanti, 2017: 490) memberikan definisi kenduri atau bancakan adalah tradisi selamatan atau

do’abersama dengan dipimpin oleh tokoh agama atau pemuka adat serta mengundang para kerabat dan tetangga.

Hidangan khas pada upacara kenduri adalah sajian tumpeng beserta lauk pelengkap yang nantinya dibagikan

kepada para tamu undangan. Kenduri dilakukan dalam rangka iringan hidup seseorang (kehamilan, kelahiran, khitan,

perkawinan, kematian), bersih desa, hari besar Islam, dan disaat selo (S. W. Sari,2012: 4). Ilustrasi pada lagu Ndas Gerih

yang memperlihatkan Denny Caknan berdoa dengan beberapa orang di sekelilingnya dan sajian tumpeng di tengahnya. Hal itu merupakan bentuk distribusi informasi budaya karena konsensus masyarakat menyepakati bahwa tanda orang berdoa dan sajian tumpeng bermakna tradisi kenduri. Tradisi kenduri yang dilestarikan masyarakat menunjukkan solidaritas masyarakat yang kental. Kenduri mencerminkan situasi guyub masyarakat.Kerukunan dan solidaritas masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai persaudaraan diperkuat melalui kegiatan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat.

 

Islamisasi Lagu:

Sistem religi menjadi nilai budaya tertinggi yang mencakup sistem keyakinan kepada kekuatan di luar manusia, penganut agama, dan sistem upacara keagamaan (Fudiyartanto, 2012: 328). Simbol-simbol tertentu dapat

merepresentasikan esensi sebuah agama, seperti agama Islam yang identik dengan jilbab, pakaian gamis/koko, sarung, dan peci/kopyah. Atribut keagamaan menjadi bentuk identitas sekaligus komunikasi non verbal (Armiah, 2004: 282). Abdul Fattah (dalam Sanusi, 2018: 84) berpendapat bahwasannya memakai kopyah mengandung makna simbolis dan

nilai sakral yang tinggi, bahkan pada komunitas santri NU memakai kopyah seolah menjadi kewajiban. Visual pada

bait ketiga lagu Ndas Gerih mengandung arti penganut agama Islam. Hal itu dicermati dari komunikasi non verbal

berupa orang-orang memakai sarung, peci, dan baju koko sebagai simbol yang mencerminkan nilai-nilai agama Islam.

Penggunaan simbol-simbol keagamaan juga mengisyaratkan suasana atau kondisi masyarakat yang religius dimana

atribut keagamaan digunakan dalam rutinitas keseharian.

 

Tarian Rakyat Reog Ponorogo:

Koentjaraningrat (dalam Achmadi, 2014: 5) mendefinisikan Kesenian reog Ponorogo sebagai kesenian berkelompok

meliputi: pemimpin rombongan (warok),penari tokoh raksasa (barongan), penari topeng (tembem), penari kuda (jathil),

penari klana, dan penabuh alat-alat gamelan (gong, kethuk, trompet kayu,kendhang, dan kempul). Jenis tarian yang

dibawakan biasanya terbagi menjadi 3, yaitu bujang ganong, jathilan, dan singo barong (Suryanti, 2017: 3). Semua unsur diatas adalah citra akustik yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia. Selanjutnya citra akustik menjadi media pengantar pada proses interpretasi (Saussure, 1988: 153). Temuan citra akustik pada Ndas Gerih diantaranya;

Denny Caknan memakai pakaian warok dengan penari latar yang menggunakan baju pembarong serta diiringi suara

Kendhang dan slompret.Hal itu merupakan bentuk folklor bukan lisan yang menandai nilai budaya berupa tarian rakyat Reog Ponorogo pada musik modern (Purnami, 2014: 10). Penampilan kesenian Reog Ponorogo menegaskan

lokalitas tradisi beserta nilai-nilai yang dipegang dan dihayati penuh oleh masyarakat. Nilai-nilai itu tidak hanya berupa nilai keindahan melainkan juga nilai tradisi yang terwarisi dan dipertahankan lintas generasi

 

 

 

l   Kesimpulan: Lagu Ndas Gerih ciptaan Denny Caknan dan Lek Dahlan tidak hanya sekedar hiburan bagi masyarakat Indonesia. Lagu tersebut sekaligus merupakan media mentransmisikan nilai-nilai kebudayaan yang sedemikian kental kepada khalayak. Nilai-nilai kebudayaan secara spesifik tersematkan atau tertuang dalam lirik lagu, musik pengiring, atau visualisasi pada video klip. Beberapa bentuk atau unsur budaya yang diangkat pada lagu Ndas Gerih antara lain; bahasa, alat musik gamelan, logat Jawa Mataraman, profesi badut, tradisi kenduri/bancaan, agama Islam, dan tarian rakyat Reog Ponorogo. Nilainilai yang dapat ditelusuri melalui tampilan budaya dalam lagu tersebut terdiri atas nilai tradisi, nilai persaudaraan, nilai religius dan nilai ekonomi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jurnal 11

Judul             : KONSTRUKSI  NILAI-NILAI  NASIONALISME  DALAM  LIRIK  LAGU  (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE PADA LIRIK LAGU “BENDERA”)

Objek            : Lirik pada lagu “Bendera”

Metode         : Kualitatif

Analisis          : Lagu  yang  diteliti  adalah  lirik  lagu  yang  berjudul  “Bendera”,  lagu  ini  terdapat dalam  album  keempat  Cokelat  yang  berjudul  “The  Best  Of  Cokelat”. Lagu-lagu dalam album keempat    mereka    terdapat    makna    nasionalisme. Peneliti menganalisis lirik lagu tersebut dengan    menggunakan teori  semiotika dari ferdinand de saussure.

Kesimpulan

Bahwa lagu Bendera yang dibawakan band Cokelat memiliki nilai-nilai nasonalisme yang tinggi dan mengkonstruksi tentang  cinta tanah air serta bagaimana menjaganya.

 

Jurnal 12

Judul         : REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM FILM SURAU DAN SILEK (ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND DE SAUSSURE)

Objek        : Film Surau dan Silek

Metode     : Deskriptif kualitatif

Analisis      : Pada scene/adegan guru silat yang berbuat curang.

Penanda : “Kecurangan akan tumbang”

Petanda : Lahir silat mencari kawan, bathinnya silat mencari tuhan, seiring silat, sholat dan sholawat

 

 

Kesimpulan

Film surau dan silek menampilkan beberapa adegan visual, dan teks yang memeliki makna pembelajaran dan pembentukan karakter terhadap pemuda. pembelajaran ini haruslah dilakukan secara terus menerus (kontinuitas) dan percontohan (uswah) yang baik, yaitu silek mengajarkan kesimbangan antara emosional question (kecerdasan emosional), spiritual question (kecerdasan spritual), intelegens question (kecerdasan intelejen) dan heart question (kecerdasan hati).

 

Jurnal 13

Judul            : GAMBARAN TENTANG ISLAM PADA FILM PESANTREN IMPIAN (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)

Objek           : Film Pesantren Impian

Metode       : Kualitatif

Analisis        : Melalui gambar, dialog, penanda dan petanda hingga akhirnya dapat membentuk suatu  pemaknaan analisis menurut ferdinand de saussure.

Kesimpulan

Film Pesantren Impian sebagai tanda, adapun penanda dalam film ini adalah semua adegan yang diteliti yang kaitannya dengan nilai - nilai keislaman dan pertandanya adalah Pesantren Impian sebuah tempat yang memberikan kesempatan kedua bagi perempuan - perempuan dengan masa lalu kelamnya, didalamnya terdapat banyak ma salah yang harus dihadapi oleh santriwati, masalah terbesarnya adalah pembunuhan berantai yang dilakukan Jenni, pacar dari Umar.

 

Jurnal 14

Judul         : KONSTRUKSI NILAI ROMANTISME DALAM LIRIK LAGU (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE PADA LIRIK LAGU "MELUKIS SENJA")

Objek        : Lirik pada lagu “Melukis Senja”

Metode     : Kualitatif

Analisis      : Dalam  lirik  lagu ini ada beberapa kalimat yang Jadi penanda  (signifier) dan petanda (signified). Penelitian menggunakan pendekatan semiotika Ferdinan De Saussure, sebuah kalimat bisa memiliki makna yang berbeda dari lirik sesungguhnya. Penulis membagi beberapa kalimat dalam lirik melukis senja ciptaan Budi Doremi dan akan ditelaah menggunakan Pendekatan Semiotika Ferdinand De Sausurre serta membagi kalimat yang Jadi penanda (signifier)dan petanda (signified).

Kesimpulan

lirik lagu Melukis Senja erat kaitannya dengan hubungan romatisme pasangan yang sedang jatuh cinta jika dikaitkan dengan Triangles yang saling berhubungan satu sama lain: Gairah (passion), Keintiman (intimacy) dan Komitmen.

 

Jurnal 15

Judul            : GAMBARAN TENTANG ISLAM PADA FILM PESANTREN IMPIAN (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)

Objek           : Film Joker

Metode       : Kualitatif

Analisis        : Signifier : Perilaku kekerasan non-fisik (Adegan Pertama)

Pada shot pertama di adegan ini bisa kita lihat penandanya dari perkataan Hoyt: “Demi sebuah papan?, omong kosong tidak masuk akal”, disini Hoyt tidak percaya terhadap  pembelaan  Arthur  yang  mengatakan  bahwa  ia  telah  di  rundung  oleh gerombolan anakyang mengakibatkan papan yang ia bawa rusak dan tidak dapat dikembalikan  lagi.  Shot  kedua  terdapat  penanda  dari  dialog  Hoyt:  “Kembalikan papannya” lalu Arthur membalas “Untuk apa kusimpan papannya?” Hoyt menjawab lagi ”Mana kutahu urusan orang, kalau kau tak kembalikan, kupotong gajimu” Hoyt melanjutkan perkataannya “Aku berusaha menolongmu, aku mau katakan hal lain, pegawai lain tak merasa nyaman di sekitarmu, karena kau dianggap aneh Arthur, aku tak  bisa  terima  itu”  Hoyt  memberitahu  dengan  terus  terang  bahwa  ia  tidak  suka dengan Arthur yang dirasa aneh oleh pegawai-pegawai lainnya sehingga membuat tidak nyaman.

Signified : Perilaku kekerasan non fisik (Adegan Pertama)

Pada Shot pertama dapat dirasakan rasa ketidakpercayaan dari Hoyt terhadap Arthur yang telah berkata jujur. Petandanya yaitu Hoyt yang terlihat marah kepada Arthur hingga Arthur merasa tertekan oleh Hoyt, terlihat dari ekspresi wajah Arthur yang tersenyum dengan terpaksa dan merasa sangat emosional dalam hati, tetapi ia masih  berusaha  menahannya  dengan  senyuman  yang  terpaksa  tersebut.  Hoyt  pun disini kelihatan sebagai pemimpin yang tidak punya empati terhadap pegawainya dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri, sehingga ia tidak sadar bahwa semua perkataan yang ia keluarkan bisa jadi menyakiti perasaan orang lain.

Kesimpulan

Film ini mengkomunikasikan representasi kekerasan non-fisik yang ditunjukkan melalui beberapa unsur kekerasan non fisik yang ditujukan langsung kepada pemeran utama Joker, yaitu denganmenampilkan penanda dan petanda yang berkaitan dengan kekerasan non fisik di tengah masyarakat.

 

Jurnal 16

Judul         : ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA MOTIVASI PADA LIRIK LAGU “LASKAR PELANGI” KARYA NIDJI

Objek           : Lirik pada lagu “Laskar Pelangi”

Metode       : Kualitatif interpretatif

Analisis        : Penanda : Laskar Pelangi takkan terikat waktu

 Jangan berhenti mewarnai

Jutaan mimpi di bumi.

Pertanda : Laskar, kelompok pejuang pelangi yang

kuat tak kan pernah terikat, terkalahkan

oleh waktu. Jangan pernah berhenti

mewarnai dan menghiasi langit – langit

dengan mimpi – mimpimu dan

membuat jutaan mimpi di bumi

Kesimpulan

Dalam lirik lagu “Laskar Pelangi” mengandung makna pesan motivasi Pelangi”. Tentunya lagu ini bercerita tentang motivasi dalam menggapai mimpi, motivasi yang tercermin dari bait pertama yang menceritakan tentang bahwa mimpi, angan – angan yang dicita – citakan adalah kunci atau alat yang digunakan untuk membuka harapan –harapan menaklukkan dunia.

 

Jurnal 17

Judul            : PESAN TOLERANSI DALAM KARTUN ANIMASI DIVA THE SERIES (ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)

Objek           : KARTUN ANIMASI DIVA THE SERIES

Metode       : Kualitatif

Analisis        : Jenis penelitian ini adalah literatul, analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode semiotika Ferdinand De Saussure yang terbagi menjadi 2 tahap yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda dan petanda pesan toleransi yang terkandung dalam kartun animasi Diva The Series, terdapat isi pesan toleransi yang disampaikan yaitu saling tolong menolong. Maka Diva dan Febi tidak merasa keberatan untuk membantu Mona sehingga langsung reflek, tak lama kemudia Putu dan Tomi ikut membantunya. Dengan senang hati dan sahabatnya datang untuk menghargai dan menghormati sebuah perbedaan tanpa maksud lain. Sehingga Diva dan sahabatnya mempunyai inisiatif sendiri tanpa ada paksaan dan suruhan untuk menggunakan baju berwarna merah untuk datang keacaranya, mereka dari sini sudah belajar mengenai toleransi.

Kesimpulan

pesan toleransi dalam kartun animasi Diva The Series menjelaskan bahwa kondisi masyarakat Indonesia memiliki keberagaman macam budaya, suku, ras, etnis dan agama. Dalam kartun animasi ini dapat dijadikan sebagai media penyampaian pesan bukan hanya sebagai hiburan saja, namun juga mampu memberikan pelajaran karena di dalamnya ada beberapa nilai-nilai dan pesan toleransi dalam setiap ceritanya.

 

Jurnal 18

Judul            : ANALISIS SEMIOTIKA POSTER “AYO, LINDUNGI DIRI DAN KELUARGA DARI COVID-19” (TEORI FERDINAND DE SAUSSURE)

Objek           : POSTER “AYO, LINDUNGI DIRI DAN KELUARGA DARI COVID-19”

Metode       : Kualitatif

Analisis     : Penelitian ini menggunakan teori Ferdinand De Saussure untuk menguraikan makna dibalik tanda verbal maupun non verbal yaitu sebuah poster yang diterbitkan oleh Kemenkes dan Germas. Agar pesan dan maksud dapat tersampaikan ke mmasyarakat dengan tepat maka diperlukan metodologi untuk memaknai setiap tanda baik itu tanda visual maupun tanda verbal pada poster tersebut .

Kesimpulan

Poster yang berjudul “Ayo, Lindungi Diri dan Keluarga dari Covid-19” ada dua aspek yang dirumuskan pada poster ini yaitu aspek verbal dan aspek visual. Aspek verbal merujuk pada tanda-tanda verbal seperti beberapa kata yang terdapat pada poster tersebut diantaranya; memakai masker dengan benar, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak minimal 1 meter, vaksinasi covid-19, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas. Pada setiap aspek verbal yang tercantum pada poster tersebut memiliki makna himbauan dan anjuran kepada masyarakat tentang bagaimana melindungi diri dan keluarga dari ganasnya penyebaran virus covid-19.

Sedangkan aspek visual merujuk pada aspek visual yang terdiri dari aspek warna, gambar serta posisi dari gambar yang ada pada poster tersebut. Makna visual pada poster yang menarik masyarakat untuk membaca dan menerapkan setiap anjuran pada poster tersebut. Setiap visual yang ditampilkan pada poster tersebut menunjukkan anjuran serta contoh yang tepat agar dapat dimengerti oleh masyarakat.

 

Jurnal 19

Judul         : ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND DE SAUSSURE PADA IKLAN ROKOK CLASS MILD ( ACT NOW) TAHUN 2013 DI YOUTUBE

Objek        : IKLAN ROKOK CLASS MILD ( ACT NOW) TAHUN 2013

Metode     : Kualitatif deskriptif

Analisis      : Pada adegan atau scene pertama

Signifier: banyak gedung-gedung yang terlihat megah menjulang tinggi dan kertas-kertas yang ditulis berbagai hal beterbangan dibawa angin ke berbagai arah dengan diiringi musik instrumen.

Signified: gedung-gedung yang tinggi menunjukkan peradaban yang modern maju. Kertas-kertas yang beterbangan menunjukkan banyak permasalahan yang terjadi di era tersebut. Serta musik yang mengiri digunakan untuk mensingkronisasikan dengan situasi.

Kesimpulan

Iklan rokok merupakan iklan yang unik dan kreatif, Salah satu iklan rokok yang menarik untuk dikaji yaitu iklan rokok class mild (act now) tahun 2013. Iklan tersebut menampilkan peradaban masyarakat modern yang dirundung kompleksitas permasalahan hidup.

 

Jurnal 20

Judul             : Analisis Semiotika Ferdinand De Sausures Makna Pesan Iklan Rokok A Mild Versi Langkah

Objek            : Iklan Rokok A Mild Versi Langkah

Metode         : Pendekatan Deskriptif dengan Kualitatif

Analisis          :

Penanda yang tedapat pada iklan Rokok A Mild versi Langkah yaitu ada pada beberapa degan maupun scene dari iklan tersebut.

Kesimpulan

Pada jurnal ini terdapat penanda dan pertanda yang sudah terdapat pada adegan atau scene iklan tersebut, serta ada beebrapa makna pesan yang terkandung didalamnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Definisi Mitos, Metafora dan Metonimi Pada Objek "Celana"

  Nama Anggota Kelompok: Muhammad Haikal Shadiqa (202146500790) Atmaka Ivan (202146500748)       Definisi Mitos Pada Objek “Celana” ...